Beranda Religi Beda Penentuan Awal Ramadhan, Begini Kata Gus Baha

Beda Penentuan Awal Ramadhan, Begini Kata Gus Baha

1263
foto: pwnujatim.or.id

KUBUS.ID – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, mengungkapkan perbedaan pandangan antara organisasi masyarakat besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dalam menentukan awal Ramadhan serta bulan Hijriah lainnya seperti Syawal dan Dzulhijjah.

Menurut Gus Baha, salah satu titik perbedaan terletak pada penentuan hilal yang sudah melewati ufuk, apakah harus minimal 2 derajat atau cukup lewat saja meskipun hanya 1 derajat. “Bagi Muhammadiyah, jika hilal sudah melewati ufuk, maka itu sudah dianggap sebagai tanggal 1. Setiap kali hilal melewati ufuk, berarti sudah berganti bulan,” ujar Gus Baha dalam video yang diunggah di kanal Youtube Santri Gayeng, Selasa (18/2/2025) seperti dilansir NU Online.

Pendapat Muhammadiyah tersebut didasarkan pada ilmu falak yang mengajarkan bahwa bulan baru bisa ditetapkan setelah hilal melewati ufuk menurut metode hisab wujudul hilal. Gus Baha memberikan analogi sederhana untuk menjelaskan, seperti halnya tahun 2001 yang sudah lewat satu tahun namun belum bisa disebut abad 21 secara sempurna. “Secara hakikat sudah lewat, tapi belum bisa dipastikan sepenuhnya,” katanya.

Di sisi lain, NU tetap berpegang pada prinsip menunggu untuk melihat hilal secara langsung meskipun secara hisab sudah dipastikan hilal melewati ufuk. “Hukum itu terkait dengan apa yang bisa dilihat, bukan hanya berdasarkan perhitungan,” tegas Gus Baha. Ia menggambarkan situasi tersebut melalui sebuah contoh sederhana: seorang santri yang diminta menghormati tamu. Jika tamu datang tetapi tidak disapa, santri tersebut tidak dianggap salah karena ia belum melihat tamu tersebut secara langsung.

Menurut Gus Baha, perbedaan ini bukanlah hal yang perlu diperdebatkan secara besar-besaran. Sebaliknya, ini menunjukkan adanya tradisi ilmu yang berjalan dan berkembang. Ulama, dalam pandangannya, tidak perlu saling menyalahkan karena setiap perbedaan pendapat dilandasi oleh kajian yang mendalam. “Perbedaan pendapat soal hilal itu biasa saja. Ulama tetap bisa hidup bersama dan bekerja sama meski memiliki pandangan yang berbeda,” pungkas Gus Baha.

Gus Baha menegaskan, perbedaan pendapat dalam hal ini adalah bagian dari tradisi keilmuan yang sudah ada sejak lama, dan itu adalah hal yang harus dihargai, bukan dipermasalahkan.(adr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini