KUBUS.ID – Membangun rumah tangga bukan hanya tentang hidup bersama, tetapi juga menciptakan keluarga inti yang mandiri dan harmonis. Kemandirian di sini bukan sekadar soal finansial, tapi juga soal kedewasaan emosional, mental, serta kemampuan pasangan untuk mengambil keputusan bersama secara dewasa.
Psikolog Meity Arianty, STP., M.Psi., menjelaskan bahwa keluarga inti yang sehat akan memberikan dampak besar pada keharmonisan relasi suami istri, sekaligus membentuk pola pengasuhan anak yang lebih stabil dan konsisten.
Namun, realitanya banyak pasangan muda yang masih sulit benar-benar melepaskan diri dari keterikatan keluarga besar. Ketergantungan finansial, kebiasaan meminta restu atas keputusan kecil, hingga campur tangan orang tua sering kali menjadi hambatan dalam proses membangun identitas keluarga baru.
Padahal, belajar hidup mandiri adalah langkah penting agar pasangan bisa tumbuh bersama, belajar menyelesaikan konflik, dan merancang pola hidup sesuai dengan kesepakatan mereka sendiri.
Berikut beberapa langkah praktis dari psikolog Meity untuk membentuk keluarga inti yang kuat, mandiri, dan harmonis:
1. Usahakan Tinggal Terpisah Setelah Menikah
Jika memungkinkan, tinggal mandiri setelah menikah sangat disarankan. Hal ini bukan berarti menjauh dari orang tua, melainkan memberi ruang agar pasangan bisa menjalani proses berumah tangga tanpa intervensi. Dengan tinggal terpisah, suami istri bisa lebih leluasa belajar menyelesaikan konflik dan menentukan gaya hidup rumah tangga mereka.
2. Sepakati Batasan Sehat dengan Keluarga Besar
Menjaga hubungan baik dengan orang tua tetap penting, namun pasangan juga perlu menetapkan batas peran yang jelas. Batasan ini membantu mencegah campur tangan dalam hal sensitif seperti pengasuhan, keuangan, atau gaya hidup, sehingga pasangan tetap bisa tumbuh sebagai satu kesatuan yang kuat tanpa kehilangan koneksi keluarga besar.
3. Prioritaskan Komunikasi Antar Pasangan
Saat menghadapi persoalan rumah tangga, komunikasikan dulu dengan pasangan. Mengandalkan pendapat orang tua secara langsung bisa memicu gesekan karena adanya perbedaan nilai atau cara pandang antar generasi. Kemandirian emosional pasangan akan tumbuh jika mereka terbiasa mencari solusi bersama terlebih dahulu.
4. Bangun Nilai dan Aturan Bersama
Setiap keluarga unik. Oleh karena itu, penting bagi pasangan untuk menetapkan aturan, nilai, dan kebiasaan mereka sendiri—baik dalam hal ibadah, pengelolaan keuangan, pengasuhan, maupun aktivitas harian. Tujuannya agar rumah tangga tidak sekadar meniru pola keluarga asal, tetapi benar-benar dibentuk dari hasil kesepakatan berdua.
5. Selesaikan Konflik dengan Kedewasaan
Konflik dalam rumah tangga adalah hal wajar. Namun, idealnya penyelesaian konflik dilakukan oleh pasangan itu sendiri terlebih dahulu. Jika tinggal bersama orang tua atau mertua, konflik suami-istri bisa melibatkan pihak ketiga dan justru memperkeruh situasi.
6. Terapkan Pola Asuh yang Konsisten
Keluarga yang mandiri lebih mudah menjaga konsistensi dalam pola pengasuhan karena keputusan berasal dari orang tua inti, bukan dari banyak figur dewasa di satu rumah. Ini penting agar anak tidak bingung akibat arahan yang berbeda-beda, atau mengalami conflicting authority.
7. Terus Belajar dan Siap Menjalani Peran Baru
Menikah berarti siap menjalani peran baru sebagai pasangan hidup, dan kelak sebagai orang tua. Proses ini membutuhkan kesiapan mental, kedewasaan emosional, serta kemauan untuk terus belajar. Ruang pribadi dalam rumah tangga bukan bentuk menjauh, tapi wujud kedewasaan agar relasi tetap sehat, saling menghargai, dan tumbuh bersama. (thw)
Sumber: kompas.com