Beranda Gaya Hidup Saat Dunia Terasa Gelap, Jadilah Lilin untuk Orang Lain (dan Dirimu Sendiri)

Saat Dunia Terasa Gelap, Jadilah Lilin untuk Orang Lain (dan Dirimu Sendiri)

821

KUBUS.ID – Kita semua pernah berada di titik terendah: saat hidup terasa berat, harapan seperti mengecil, dan dunia seakan terlalu bising untuk dipahami. Di masa-masa seperti itu, naluri kita sering berkata: menyendiri saja dulu, fokus memperbaiki diri sendiri. Tapi siapa sangka, justru dengan membuka hati dan tangan untuk orang lain, kita bisa menemukan kembali makna, bahkan kewarasan.

Kebaikan Sebagai Penyangga Emosi

Menurut psikolog klinis Reti Oktania, M.Psi., Psikolog, salah satu unsur penting dalam membangun identitas yang sehat adalah memberi makna kepada lingkungan sekitar. Ini termasuk membantu orang lain, menjadi bagian dari komunitas, dan merasakan diri kita berharga bukan hanya karena pencapaian pribadi, tapi karena kehadiran kita berdampak.

Bayangkan ini: meski kamu sedang patah hati, lelah dengan pekerjaan, atau merasa gagal dalam impian, kamu masih bisa menjadi telinga bagi teman yang sedang kesulitan. Kamu masih bisa menyumbang makanan untuk yang membutuhkan. Tindakan-tindakan kecil ini punya daya sembuh yang luar biasa—bukan hanya bagi orang yang dibantu, tapi juga bagi kita sendiri.

Helper’s High: Bahagia karena Berbagi

Fenomena ini dikenal dalam psikologi positif sebagai helper’s high—perasaan damai dan bahagia yang muncul setelah membantu orang lain. Dalam proses memberi, tubuh kita melepaskan hormon-hormon baik: endorfin, serotonin, dan oksitosin. Ketiganya punya efek yang menenangkan sistem saraf, menurunkan stres, dan menciptakan perasaan terhubung dengan sesama.

Bahkan, sebuah studi dari Harvard Health menyatakan bahwa orang yang rajin melakukan aktivitas menolong cenderung memiliki tingkat kebahagiaan dan harapan hidup yang lebih tinggi. Mereka merasa lebih terhubung dengan dunia dan tidak mudah tenggelam dalam perasaan putus asa.

Menolong Tak Harus Muluk-muluk

Menolong tidak selalu berarti tindakan heroik seperti menyelamatkan nyawa atau mendirikan yayasan. Terkadang, yang dibutuhkan hanya kehadiranmu—sepenuh hati.

Contoh nyata:

  • Menjadi relawan di dapur umum
  • Mengajar anak-anak kurang mampu di waktu luang
  • Menyumbangkan pakaian yang sudah tak terpakai
  • Mengantar lansia ke puskesmas
  • Mengirim pesan penyemangat ke teman yang sedang berduka

“Pertanyaannya sederhana,” kata Reti, “Siapa yang bisa aku bantu hari ini?” Dari jawaban itu, kita bisa membangun makna hidup yang baru, bahkan ketika hidup terasa runtuh.

Kebaikan sebagai Perspektif Baru

Banyak dari kita yang terlalu fokus pada pencapaian: gelar, pekerjaan, pasangan, pengakuan. Ketika salah satunya gagal, dunia serasa runtuh. Tapi Reti menekankan bahwa hidup bukan hanya soal apa yang kamu raih, tapi juga apa yang kamu beri.

Dengan berbuat baik, kita belajar memandang dunia dari sudut pandang yang lebih luas. Kita sadar bahwa gagal itu bukan akhir, bahwa setiap manusia pasti pernah jatuh, dan bahwa nilai diri kita tidak berkurang hanya karena tidak sempurna.

Didukung Penelitian Ilmiah

Riset dari Journal of Experimental Social Psychology menyebutkan bahwa memberi bantuan, bahkan yang sangat sederhana, bisa meningkatkan kepuasan hidup dan mengurangi rasa kesepian. Studi lainnya dari National Institute on Aging di AS menunjukkan bahwa orang yang aktif dalam kegiatan sosial atau menjadi sukarelawan memiliki kesehatan mental yang lebih stabil, terutama di usia muda dan lanjut usia.

Menjadi Cahaya Kecil di Tengah Gelap

Berbuat baik bukan tentang menjadi sempurna. Tapi tentang tetap memilih hadir, meski kamu sendiri sedang terluka. Tentang berbagi secuil terang, meski dunia dalam dirimu masih penuh bayang-bayang. Dan sering kali, di tengah proses memberi itulah, kamu justru menemukan kekuatan untuk bertahan.

Jadi, ketika kamu merasa dunia terlalu gelap, jangan ragu untuk menjadi lilin—menyinari jalan orang lain, sekaligus menerangi hatimu sendiri. (thw)

1 KOMENTAR

  1. Menarik sekali soal konsep “helper’s high”! Tapi apakah ada risiko kelelahan emosional jika kita terlalu sering membantu orang lain saat diri kita sendiri belum benar-benar pulih?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini