KUBUS.ID – Kasus keracunan makanan yang terjadi di sejumlah wilayah akibat konsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) kian mengkhawatirkan. Pakar ketahanan pangan dari Universitas Negeri Surabaya, Prof. Dr. Isnawati, M.Si., menilai persoalan ini tidak bisa dianggap sepele, karena menyangkut keselamatan dan kesehatan siswa. Ia menegaskan pentingnya keterlibatan semua pihak, termasuk siswa, untuk lebih waspada dan aktif melapor jika menemukan makanan yang tidak layak konsumsi.
“Siswa jangan takut melapor kalau makanan basi, ada rasa atau bau aneh. Ini bukan sekadar keluhan, tapi bagian dari upaya pencegahan keracunan massal,” ujarnya saat mengudara di Radio ANDIKA, Senin (22/9).
Prof. Isnawati menjelaskan, keracunan makanan dalam program MBG bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang terjadi di sepanjang rantai pasok. Mulai dari bahan makanan yang sudah terkontaminasi sejak awal, proses transportasi bahan mentah yang tidak memenuhi standar suhu dingin, hingga metode memasak yang kurang tepat sehingga bakteri dan spora jamur tidak sepenuhnya mati.
Ia menyoroti pula soal pengemasan makanan yang tidak aman, seperti menutup makanan panas dalam kotak tertutup yang justru mempercepat pembusukan. Selain itu, keterlambatan pengantaran makanan dari dapur ke sekolah, serta tidak tersedianya tempat penyimpanan yang layak di sekolah, menjadi persoalan yang sering luput dari perhatian.
“Kalau ada satu saja tahap yang terlewat, itu sudah cukup membuka peluang bagi bakteri atau jamur berkembang. Dan celah ini bisa menjadi penyebab keracunan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus dapat menimbulkan gejala keracunan dalam waktu singkat, sementara jenis lain seperti E.coli dan Salmonella berdampak lebih lambat namun tetap berbahaya.
Sebagai langkah pencegahan, Prof. Isnawati menekankan pentingnya menjaga suhu dingin untuk penyimpanan bahan makanan sejak dari pemasok hingga masuk dapur. Makanan juga harus dimasak sampai benar-benar matang agar bakteri dan spora tidak tersisa. Jika makanan tidak langsung dikonsumsi, maka perlu disimpan di suhu dingin atau dipanaskan kembali sebelum disajikan. Ia juga mengingatkan bahwa kebersihan wadah makan tidak bisa diabaikan, karena bakteri dapat berkembang dari tempat yang tidak steril.
Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya pelatihan bagi para petugas dapur yang terlibat dalam program MBG, agar memahami standar keamanan pangan yang benar. Di sisi lain, edukasi kepada siswa juga tidak kalah penting. Menurutnya, siswa harus dibekali pemahaman dasar seperti pentingnya mencuci tangan sebelum makan, segera mengonsumsi makanan yang diberikan, dan memiliki keberanian untuk menyampaikan laporan jika makanan yang diterima dirasa tidak layak.
“Program MBG ini bisa menjadi investasi penting untuk masa depan generasi kita. Tapi program sebagus apapun tidak akan berjalan maksimal jika rantai pengawasan terhadap makanan dan pengolahannya tidak diperketat,” pungkasnya. (nhd)