
KUBUS.ID – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh penceramah Gus Elham Yahya setelah video viral menunjukkan dirinya mencium dan menggigit pipi anak-anak perempuan di atas panggung.
Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah menyebut tindakan yang dilakukan Gus Elham telah menyerang harkat dan martabat anak serta berpotensi melanggar hak asasi manusia. Video yang beredar luas di media sosial memperlihatkan interaksi berlebihan sang dai dengan anak-anak perempuan, seperti mencium, memeluk, hingga menggigit pipi atau yang dikenal dengan istilah kokop, di hadapan publik.
Margaret mengungkapkan bahwa KPAI telah melaporkan kasus ini ke pihak berwenang karena diduga melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76E, yang melarang setiap orang melakukan kekerasan, pemaksaan, atau perbuatan cabul terhadap anak.
“KPAI menilai tindakan tersebut menyerang harkat dan martabat anak sebagai individu yang memiliki hak asasi. Selain itu, tindakan ini telah melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia serta prinsip-prinsip hak anak,” tegasnya.
Anggota KPAI Dian Sasmita menambahkan, penafsiran terhadap perbuatan cabul perlu diperluas agar mencakup tindakan yang melanggar batas sosial dan hukum, terlepas dari niat baik pelaku. “KPAI perlu mengadvokasi agar penafsiran perbuatan cabul diperluas mencakup tindakan yang melanggar batasan sosial dan hukum, terlepas dari klaim niat baik,” jelasnya.
Selain UU Perlindungan Anak, kasus ini juga bersinggungan dengan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sebab menurut Pasal 4 ayat (1), tindak pidana kekerasan seksual meliputi sembilan jenis perbuatan, mulai dari pelecehan seksual non fisik hingga kekerasan seksual berbasis elektronik.
Secara konstitusional, UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) menegaskan hak anak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang serta bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Hal serupa ditegaskan dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 4, yang menyatakan setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan, termasuk pelecehan seksual.
Margaret menilai, kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak psikologis serius.
“Kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak psikologis yang destruktif, menurunkan kepercayaan diri, serta mempengaruhi tumbuh kembang anak di masa depan,” ujarnya. (far)































