KUBUS.ID – Fenomena wartawan gadungan kembali meresahkan. Berbekal media online tak jelas, sejumlah oknum mengaku sebagai jurnalis lalu mendatangi sekolah dan kantor desa/kelurahan untuk melakukan pemerasan. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, Agung Kridaning Jatmiko, menegaskan bahwa praktik semacam ini adalah pelanggaran serius terhadap hukum dan etika jurnalistik.
“Pemerasan mengatasnamakan profesi jurnalis adalah tindakan kriminal yang harus dilawan bersama. Ini mencederai integritas profesi dan merusak kepercayaan publik terhadap media,” tegas Miko, Rabu (18/6)
Menurut Miko, para oknum ini sengaja menyasar institusi yang dinilai lemah dalam pengawasan dan minim literasi media, seperti sekolah dan desa. Mereka memanfaatkan akses informasi yang longgar serta celah anggaran untuk menekan pihak instansi.
“Sekolah dan desa sering kali tak paham soal UU Pers dan kode etik jurnalistik, sehingga mudah terintimidasi. Oknum ini menggunakan cara-cara licik untuk menakut-nakuti, seolah akan mempublikasikan berita negatif,” ungkapnya.
Miko mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan cermat dalam mengenali wartawan asli. Salah satu cara termudah adalah dengan mengecek nama wartawan atau medianya di situs resmi Dewan Pers: www.dewanpers.or.id.
“Wartawan profesional pasti mematuhi kode etik, menyajikan berita berimbang, tidak menyebar hoaks, dan bekerja secara independen. Mereka juga tak akan melakukan intimidasi atau meminta imbalan,” tambahnya.
Jika menghadapi oknum seperti ini, narasumber disarankan untuk tetap tenang, tidak panik, dan tidak memenuhi permintaan tatap muka yang mencurigakan. Segera kumpulkan bukti percakapan atau ancaman, dan laporkan ke aparat kepolisian.
“Yang penting diketahui, narasumber berhak menolak wawancara atau permintaan informasi dari siapapun yang tidak jelas identitas jurnalistiknya,” pungkas Miko.(adr)