KUBUS.ID – Pemerintah berencana menjadikan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai pelajaran wajib di jenjang Sekolah Dasar (SD) mulai tahun ajaran 2027/2028. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya menjadi aturan formal, tetapi juga mampu memberikan manfaat nyata bagi peserta didik.
Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sekaligus pengamat pendidikan, Prof. Akhsanul In’am, Ph.D, menilai bahwa penerapan kebijakan ini perlu disertai dengan perencanaan yang matang. Ia menekankan bahwa pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia perlu dievaluasi secara mendasar.
“Bahasa Inggris di Indonesia masih berstatus sebagai foreign language, bukan second language seperti di Malaysia atau Filipina. Karena itu, pendekatannya harus berbeda,” jelas Prof. Akhsanul, Jumat (25/10).
Menurutnya, selama ini pengajaran Bahasa Inggris di sekolah cenderung menekankan empat aspek sekaligus—listening, speaking, reading, dan writing. Padahal, bagi siswa SD, seharusnya pembelajaran difokuskan terlebih dahulu pada kemampuan listening dan speaking.
“Kalau anak sudah terbiasa mendengar dan berbicara, kemampuan membaca dan menulis akan mengikuti dengan sendirinya,” ujarnya.
Prof. Akhsanul juga menilai, pengenalan Bahasa Inggris sejak dini merupakan langkah tepat, asalkan disampaikan secara kontekstual dan komunikatif. Di tingkat SD, fokus sebaiknya pada kemampuan berbicara dan mendengar, bukan pada tata bahasa atau grammar.
Ia optimis kebijakan ini dapat berjalan dengan baik asalkan pemerintah menyiapkan guru secara optimal. Salah satu langkah yang disarankan adalah mengadakan workshop pembelajaran Bahasa Inggris untuk guru SD dengan fokus pada metode pengajaran speaking.
“Tantangan pasti ada, terutama di daerah yang belum memiliki guru Bahasa Inggris. Namun, kebijakan tidak boleh berhenti hanya karena keterbatasan itu. Indonesia sangat luas, kalau menunggu semuanya siap, kebijakan tidak akan pernah berjalan,” tegasnya. (rif)

































