KUBUS.ID – Kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menggelontorkan dana sebesar Rp700 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menuai sorotan. Sejumlah ekonom menilai langkah tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Salah satu kritik tajam datang dari Prof. Drs. ec. Wibisono Hardjopranoto, MS, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya). Menurutnya, kebijakan ini berpotensi salah sasaran dan bisa menimbulkan risiko baru di sektor keuangan.
“Pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya bertumpu pada belanja negara. APBN itu kontribusinya paling tinggi hanya 9 persen. Yang paling dominan adalah konsumsi rumah tangga,” tegas Prof Wibi saat on air di Radio ANDIKA, Sabtu (20/9).
Ia juga mempertanyakan ketahanan likuiditas APBN yang digunakan untuk menyuntik Himbara. Menurutnya, dana sebesar itu seharusnya digunakan untuk program-program yang langsung menyentuh rakyat, seperti subsidi, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) untuk provinsi hingga kabupaten/kota.
Prof Wibi menilai, kondisi saat ini sangat berbeda dengan krisis 1998, di mana suntikan likuiditas seperti BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) menjadi jalan keluar terakhir (last resort).
“Saat ini, serapan dari dana Rp200 triliun saja hanya 7 persen. Jadi, tidak ada urgensinya mendorong likuiditas sebesar ini ke bank. Kalau bank kelebihan dana, justru bisa menekan profitabilitas mereka,” jelasnya.
Ia menekankan, dalam manajemen keuangan, ada paradoks antara likuiditas dan profitabilitas. Terlalu banyak dana mengendap di bank justru menandakan bahwa uang tidak berputar secara produktif.
Lebih lanjut, Prof. Wibi mengkritisi tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang mencapai 6,6. Angka ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1, dibutuhkan investasi sebesar Rp6,60.
“Idealnya ICOR itu 3,5. Semakin tinggi ICOR, semakin boros investasi kita. Ini karena banyak proyek tidak dilanjutkan, seperti pembangunan jalan tol yang belum tersambung hingga pedesaan,” ungkapnya.
Alih-alih mengandalkan injeksi dana ke perbankan, Prof Wibi mendorong pemerintah untuk mengambil langkah korektif. Menurutnya, penguatan sektor riil dan penyehatan sistem subsidi jauh lebih berdampak pada ekonomi masyarakat. Dia meminta pemerintah untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyusun strategi fiskal yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat.(adr)