
KUBUS.ID – Ketidakharmonisan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah kembali menjadi sorotan publik. Terbaru, hubungan antara Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, dan Wakil Wali Kota Blitar Elim Tyu Samba tampak tidak harmonis. Hal ini muncul ke permukaan setelah adanya perbedaan pandangan terkait mutasi dan rotasi jabatan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Blitar.
Wakil Wali Kota Blitar, Elim Tyu Samba, bahkan dikabarkan menyampaikan protes dan menolak hadir dalam sejumlah agenda pemerintahan sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap kebijakan rotasi ASN tersebut.
Menanggapi situasi ini, Dosen Ilmu Politik UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU), Dr. Yudi Krisno Wicaksono, M.IP., menyampaikan bahwa kondisi semacam ini tidak hanya terjadi di satu daerah, tetapi menjadi fenomena yang cukup umum di beberapa wilayah.
“Sebagai masyarakat, tentu kita menyayangkan kondisi yang tidak harmonis antara kepala daerah dan wakilnya. Apalagi, ini bukan kasus pertama. Sebelumnya juga terjadi di Tulungagung,” katanya.
Menurutnya, menjelang akhir masa jabatan, hubungan antara kepala daerah dan wakilnya memang sering diuji. Ia menyebut, berdasarkan riset, hanya sekitar lima persen wakil kepala daerah yang bisa melanjutkan ke periode selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa kesamaan koalisi politik tidak selalu menjamin kesamaan kepentingan.
“Sering kali muncul perbedaan karena adanya kepentingan pribadi, tekanan dari partai politik, hingga distribusi kekuasaan yang tidak seimbang,” jelasnya.
Yudi juga menyoroti pentingnya komunikasi dan pembagian kewenangan yang jelas. Ia menyebut, dalam konteks mutasi ASN, meskipun secara regulasi menjadi kewenangan kepala daerah, komunikasi tetap perlu dilakukan agar tercipta keharmonisan. Menurutnya, Kepala daerah adalah pemimpin ASN sekaligus masyarakat. Maka, sebelum menuntut profesionalisme ASN, kepala daerah juga perlu memberi contoh.
“Kepala daerah adalah pemimpin ASN sekaligus masyarakat. Maka, sebelum menuntut profesionalisme ASN, kepala daerah juga perlu memberi contoh,” ungkapnya.
Ia menegaskan, keharmonisan antara pimpinan dan wakil daerah menjadi kunci terciptanya legitimasi dan kepercayaan publik. Hal itu bisa terbangun jika kedua pimpinan kompak. Keduanya perlu saling memperbaiki agar tidak mencoreng citra pemerintahan di mata masyarakat.
“Kepercayaan publik bisa terbangun jika kedua pimpinan kompak. Keduanya perlu saling memperbaiki agar tidak mencoreng citra pemerintahan di mata masyarakat,” pungkas Yudi.(slv)