
KUBUS.ID – Rencana penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite perlu dikaji secara mendalam. Dosen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kafi Hannan Alhadi, mengingatkan bahwa sifat kimia etanol dapat menimbulkan risiko serius bagi kendaraan, terutama pada sistem bahan bakar dan mesin.
Kafi menjelaskan bahwa etanol memang memiliki keunggulan sebagai octane number booster atau peningkat nilai oktan pada bensin beroktan rendah. Namun, di sisi lain, ada dampak teknis yang tidak bisa diabaikan.
“Ethanol bisa membantu menaikkan oktan, tapi kita harus lihat sisi lainnya. Sifat etanol itu bisa menyerap air. Kalau masuk ke tangki dan mesin, potensi besar terjadi korosi,” ujar Kafi kepada Radio ANDIKA, Rabu (29/10/2025).
Kafi menambahkan, berbagai klaim tentang peningkatan nilai oktan akibat pencampuran etanol dengan bensin perlu dibuktikan melalui uji ilmiah. Ia menilai, sebelum diterapkan secara luas, penting dilakukan pengujian yang bisa menunjukkan pengaruh nyata etanol terhadap performa mesin dan keamanan pengguna.
“Ada yang bilang setelah dicampur etanol, oktannya bisa sampai 100 lebih. Tapi ada juga yang justru bilang oktannya malah turun. Jadi harus ada evidence yang proven, hasil uji yang bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Ia mengibaratkan kebutuhan mesin terhadap bahan bakar seperti tubuh manusia terhadap makanan.
“Mesin itu seperti manusia. Kalau biasa makan enak, tiba-tiba dikasih makanan yang tidak cocok, pasti bereaksi. Sama halnya dengan mesin, kalau butuh oktan tinggi tapi dikasih bahan bakar yang tidak sesuai, bisa timbul masalah,” katanya.
Kafi juga mencontohkan hasil uji di bengkel, di mana motor lama dengan sistem karburator tidak bisa menyala ketika diberi Pertamax Turbo yang beroktan tinggi. Menurutnya, hal ini menunjukkan pentingnya kesesuaian antara rasio kompresi mesin dan jenis bahan bakar yang digunakan.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa seluruh stakeholder perlu memiliki dasar riset yang kuat sebelum kebijakan pencampuran etanol diterapkan.
“Semua pihak harus punya dasar riset. Kalau dari sudut pandang pengguna, kita sering tidak sadar spesifikasi kendaraan kita. Padahal, rasio kompresi menentukan BBM apa yang aman dikonsumsi,” tuturnya.
Kafi berharap kebijakan energi di masa depan tetap berlandaskan hasil riset yang komprehensif agar aman bagi mesin dan tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
“Kita ingin semuanya aman, dan itu harus disepakati banyak elemen berdasarkan hasil riset yang valid,” pungkasnya.
































