Beranda Religi Hutang Puasa Ramadhan? Simak Niat dan Ketentuan Menunaikan Qadha

Hutang Puasa Ramadhan? Simak Niat dan Ketentuan Menunaikan Qadha

474
Ilustrasi puasa (Shutterstock/Adi purnatama)

KUBUS.ID – Setiap kewajiban dalam agama Islam, termasuk puasa Ramadhan, harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Jika seseorang batal atau tidak menjalankan puasa Ramadhan karena alasan tertentu, maka ia wajib menggantinya di hari lain atau membayar fidyah, sesuai dengan alasan batalnya puasa. Ketentuan ini berdasarkan pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185.

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya, “Siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan Ramadhan, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS Al-Baqarah: 185).

Niat menjadi salah satu aspek penting dalam setiap ibadah, termasuk dalam meng-qadha puasa. Dalam hal ini, ada niat khusus yang harus dilafalkan pada malam hari sebelum melaksanakan puasa pengganti.

Sebagaimana puasa Ramadhan, puasa qadha juga harus diawali dengan niat. Niat puasa qadha biasanya dilafalkan malam hari setelah Maghrib hingga sebelum waktu Subuh tiba. Berikut adalah lafal niat puasa qadha:

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’i fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta’âlâ.

Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”

Dengan melafalkan niat tersebut secara tulus, maka puasa qadha yang dilakukan akan sah dan diterima sebagai pengganti puasa Ramadhan.

Menurut Ustadzah Suci Amalia dalam artikel berjudul Lafal Niat Qadha Puasa Ramadhan dan Ketentuannya, sebagaimana dilansir NU Online, perbedaan utama antara niat qadha puasa Ramadhan dan puasa Ramadhan biasa terletak pada penyebutan kata “qadhā” dan “adā”. Kata “adā” merujuk pada puasa yang dikerjakan tepat pada waktunya, sedangkan “qadhā” merujuk pada puasa yang dilaksanakan setelah waktu Ramadhan berakhir.

Niat puasa Ramadhan, baik adā maupun qadhā memiliki kesamaan dari segi waktu. Keduanya dilaksanakan ketika malam hari, sebelum waktu fajar tiba. Hal demikian ini sebagaimana dijelaskan Imam Khatib As-Syirbini dalam kitab Al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja’.

“Disyaratkan berniat di malam hari untuk puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Ketentuan ini mengacu pada hadits Rasulullah saw., “Siapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.” Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa di waktu malam setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits.”(adr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini