Beranda Gaya Hidup Jangan Cuma Peduli Orang Lain, Diri Sendiri Juga Butuh

Jangan Cuma Peduli Orang Lain, Diri Sendiri Juga Butuh

1197
Happy smiling Asian girl wearing headphones and listening to streaming music with eyes closed against city building background

KUBUS.ID – Pernahkah kamu merasa lelah tapi tetap memaksakan senyum? Merasa kosong tapi tetap menjalankan peran demi peran tanpa jeda? Banyak perempuan menjalani hari-harinya dengan begitu banyak tuntutan dan tanggung jawab: sebagai anak yang diandalkan, istri yang penuh pengertian, ibu yang selalu siap, pekerja yang produktif, atau pemimpin komunitas yang inspiratif. Namun, di antara semua peran itu, ada satu yang sering dilupakan: peran sebagai sahabat bagi diri sendiri.

Self care, atau merawat diri, sering kali dianggap sebagai bentuk kemewahan, bahkan dianggap egois. Tapi benarkah demikian? Bukankah kita diajarkan untuk menjaga amanah, dan tubuh serta jiwa kita adalah salah satu amanah terbesar dari Tuhan?

Bukan Egois, Tapi Tanggung Jawab

Dikutip dari Kompas.com, Dr. Rania Awaad, Clinical Professor of Psychiatry di Stanford University, menyampaikan pesan yang mendalam: merawat diri bukanlah bentuk keegoisan, tapi tanggung jawab spiritual dan emosional yang penting dimiliki setiap perempuan.

Menurutnya, setiap perempuan memiliki batasan—baik fisik maupun emosional—yang perlu dikenali dan dihormati. Memaksakan diri untuk tetap kuat di tengah kelelahan ekstrem bukanlah bentuk ketangguhan, melainkan sinyal bahwa kita sedang menutup mata terhadap kebutuhan diri sendiri. Dalam jangka panjang, ini bisa memicu kelelahan kronis, ledakan emosi, bahkan rasa hampa yang sulit dijelaskan.

Lebih dari sekadar relaksasi, self care adalah proses mendengarkan tubuh, memahami emosi, dan memberi waktu bagi jiwa untuk bernapas. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap kehidupan yang dipercayakan kepada kita.

Menghentikan Siklus “Lupa Diri”

Banyak perempuan terbiasa mendahulukan orang lain. Sayangnya, kebiasaan ini kerap berubah menjadi siklus tak sehat: menunda kebutuhan diri, mengabaikan sinyal kelelahan, lalu merasa bersalah jika mengambil waktu untuk beristirahat. Pada akhirnya, kelelahan berubah menjadi kejengkelan, dan kejengkelan berubah menjadi rasa bersalah yang terus menggerogoti.

Ini bukan hanya tidak sehat—ini tidak adil. Bukan hanya bagi diri sendiri, tapi juga bagi orang-orang terdekat. Bagaimana kita bisa benar-benar hadir bagi mereka, jika kita sendiri kehilangan koneksi dengan tubuh dan jiwa kita?

Self care adalah bentuk keberanian untuk memutus siklus ini. Ini adalah keputusan sadar untuk berhenti sebentar, mendengarkan diri sendiri, dan memberi ruang untuk pulih.

Self Care Adalah Ibadah

Dalam banyak ajaran spiritual, menjaga tubuh dan kesehatan adalah bagian dari ibadah. Dr. Rania mengingatkan bahwa perempuan diberi amanah untuk menjaga dirinya terlebih dahulu, sebelum bisa menjaga orang lain. Artinya, meluangkan waktu untuk beristirahat, merenung, menulis jurnal, berjalan kaki, membaca buku, atau sekadar menikmati keheningan—bukan tindakan egois. Itu adalah bentuk penghormatan terhadap amanah yang diberikan Tuhan.

Merawat diri bukan hanya tentang skincare, spa, atau liburan. Kadang self care hadir dalam bentuk menolak permintaan orang lain tanpa merasa bersalah, tidur tepat waktu, berkata “tidak” pada ekspektasi yang tidak realistis, atau sekadar duduk dalam diam tanpa harus menjelaskan apa-apa pada siapa pun.

Waktunya Bilang: “Aku Juga Penting”

Jadi, jika kamu merasa lelah, berhentilah sebentar. Dengarkan tubuhmu. Perhatikan emosimu. Jangan tunggu sampai kamu ‘meledak’ untuk akhirnya mengizinkan diri beristirahat. Kamu berhak merasa utuh, bukan hanya berguna.

Self care bukan kemewahan. Ia adalah kebutuhan. Bahkan bisa menjadi bentuk ibadah. Karena dengan merawat diri, kamu sedang mengucapkan: “Aku layak. Aku berharga. Aku pantas diberi perhatian, termasuk oleh diriku sendiri.” (thw)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini