Beranda Jawa Timur Kasus Bullying di SMP Doko Blitar, Ini Tanggapan Psikolog UIN Syekh Wasil...

Kasus Bullying di SMP Doko Blitar, Ini Tanggapan Psikolog UIN Syekh Wasil Kediri!

41
Foto: Ilustrasi Perundungan, Sumber: Media Indonesia

KUBUS.ID – Kasus perundungan yang terjadi di SMP Doko, Kabupaten Blitar, menyita perhatian publik setelah video aksi bullying tersebut viral di media sosial. Dalam rekaman itu, terlihat seorang siswa bersandar di dinding, dikerumuni oleh belasan siswa lain. Beberapa di antaranya melakukan kekerasan fisik terhadap korban, tanpa ada satu pun yang mencoba melerai.

Menanggapi kejadian tersebut, Dr. Imron Muzakki, M.Psi., Psikolog dari Laboratorium Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Wasil Kediri, menyatakan prihatin atas adanya kasus bullying di lingkungan sekolah. Menurutnya, pencegahan bullying harus dilakukan secara terus-menerus hingga menjadi kebiasaan yang melekat di lingkungan pendidikan. Pencegahan ini tidak bisa sesekali, tapi harus menjadi habit untuk mencegah kekerasan sejak dini.

“Kita sangat prihatin, karena pencegahan bullying harus dilakukan secara terus-menerus hingga menjadi kebiasaan yang melekat di lingkungan pendidikan. Pencegahan ini tidak bisa sesekali, tapi harus menjadi habit untuk mencegah kekerasan sejak dini,” ujar Dr. Imron.

Menurutnya, korban bullying tidak hanya mengalami luka fisik, tetapi juga terdampak secara psikologis. Kondisi ini dapat berkembang menjadi rasa tidak aman (insecure), depresi, hingga tekanan mental yang berkepanjangan. Oleh karena itu, korban membutuhkan dukungan psikologis serta pertolongan pertama dalam aspek mental, atau yang dikenal dengan psychological first aid.

“Korban bisa mengalami trauma yang mendalam. Ia merasa sakit secara fisik, lalu berkembang menjadi rasa tidak aman (insecure), depresi, hingga tekanan mental berkepanjangan. Oleh karena itu, korban membutuhkan dukungan psikologis dan pertolongan pertama secara mental atau psychological first aid,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dr. Imron juga menekankan pentingnya pendekatan keadilan restoratif dalam menangani kasus ini, bukan sekadar damai antara pelaku dan korban. Ia menambahkan, peran guru, orang tua, dan lingkungan sangat penting dalam membangun kesadaran kolektif untuk mencegah kekerasan di sekolah. Edukasi mengenai empati, batas perilaku, dan penyelesaian konflik secara sehat harus menjadi bagian dari sistem pendidikan.

“Sekadar damai tidak cukup. Harus ada pendekatan yang bersifat masif dan berkelanjutan, yaitu restoratif justice. Ini bukan hanya untuk memulihkan korban, tapi juga menolong pelaku agar menyadari kesalahannya dan benar-benar jera, sehingga tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari,” tegasnya.(slv)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini