Beranda Kediri Raya Perundungan Siswa SMPN 3 Doko, KPAI: Anak Pelaku Bullying Bisa Diproses Hukum

Perundungan Siswa SMPN 3 Doko, KPAI: Anak Pelaku Bullying Bisa Diproses Hukum

1061
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini. (Istimewa)

KUBUS.ID – Kasus perundungan di SMP Negeri 3 Doko, Blitar, menegaskan bahwa anak pelaku bullying dapat menghadapi proses hukum. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini, menyoroti penanganan hukum yang sesuai untuk pelaku anak harus ditegakkan dalam kasus ini.

“Anak pelaku bullying bisa diproses hukum, kan ada undang-undang khusus untuk anak. Karena laporan sudah masuk di Polres (Blitar) ya harus dilanjutkan,” ujar Diyah saat mengudara di Radio ANDIKA Kamis, (24/7) malam.

Ia menekankan perlunya pendekatan khusus dalam sistem peradilan anak untuk menangani perundungan. Menurutnya, baik UU Perlindungan Anak maupun Sistem Peradilan Anak harus direvisi agar lebih relevan dengan kondisi saat ini.

“KPAI dan beberapa Kementerian sudah sejak lama mendorong revisi UU Perlindungan Anak maupun sistem peradilan pidana anak,” kata Diyah.

Salah satu poin yang diajukan untuk direvisi adalah poin usia anak berhadapan dengan hukum. “Akhir-akhir ini tren usia anak berhadapan dengan hukum semakin turun. Aturan saat ini kan minimal bisa berhadapan hukum 12 tahun, tapi banyak anak dibawah 12 tahun sudah melakukan tindakan kriminal yang harus diproses hukum,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa penanganan hukum harus seimbang antara keadilan dan rehabilitasi untuk pelaku anak, sembari memastikan perlindungan bagi korban. Ia berharap pendampingan kepada korban terus dilakukan secara intens hingga pada tahap reintegrasi ke sekolah dan masyarakat.

“Korban harus mendapatkan perawatan medis, psikis, dan reintegrasi sosial, baik di lingkungan masyarakat maupun sekolah,” tegas Diyah.

Disisi lain, ia juga menyoroti fenomena relasi kuasa yang kerap muncul di awal tahun ajaran baru, menjadi pemicu utama aksi perundungan seperti yang terjadi di Blitar.

“Bullying masih terjadi. Meski Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) mungkin sudah berjalan baik, awal tahun ajaran baru selalu memunculkan senioritas dan junioritas. Ini pintu gerbang relasi kuasa terbuka. Jangan sampai dibiarkan,” ungkap Diyah.

Ia menjelaskan, senior atau kakak kelas sering menunjukkan superioritas melalui aksi “show of force” untuk memvalidasi status mereka sebagai senior, sementara pengawasan yang lemah memungkinkan perilaku ini berlanjut.

Fenomena relasi kuasa ini, menurut Diyah, mencerminkan pola pikir anak-anak yang masih menganut hierarki kekuasaan. Tanpa intervensi, pola ini dapat terus berulang, merugikan korban, dan mengganggu iklim pendidikan. KPAI berharap kasus di Blitar menjadi momentum untuk memperkuat pengawasan dan edukasi di sekolah, sekaligus mendorong perubahan sistemik dalam penanganan perundungan.

Ia juga mengapresiasi peran media, khususnya Radio ANDIKA, dalam mengangkat isu ini. “Semakin sering kita angkat, masyarakat akan semakin banyak yang teredukasi,” katanya. (nhd)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini