KUBUS.ID – Kabar baik datang dari sektor keuangan Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025. Hasilnya? Tingkat pemahaman dan akses masyarakat terhadap layanan keuangan menunjukkan tren yang membaik.
Pada 2025, indeks literasi keuangan nasional tercatat sebesar 66,46 persen, naik dari 65,43 persen pada 2024. Tak hanya itu, indeks inklusi keuangan juga melonjak menjadi 80,51 persen, dibanding 75,02 persen tahun lalu. Artinya, semakin banyak masyarakat yang paham dan menggunakan produk serta layanan keuangan secara aktif.
Pengumuman ini disampaikan oleh Friderica Widyasari Dewi Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK dan Ateng Hartono Dewi, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta, Jumat (2/5).
Ini merupakan kali kedua OJK dan BPS bekerja sama menyusun SNLIK. Survei ini menjadi tolok ukur penting untuk mengetahui sejauh mana program literasi dan inklusi keuangan berdampak nyata. Selain itu, data yang dihasilkan juga mendukung penyusunan kebijakan strategis oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI).
Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh, SNLIK 2025 dilakukan dengan dua pendekatan. Metode pertama disebut Metode Keberlanjutan, yaitu fokus pada sembilan sektor keuangan yang telah digunakan pada survei sebelumnya, seperti Perbankan, Pasar Modal, Asuransi, Fintech, hingga Penyelenggara Sistem Pembayaran.
Berdasarkan klasifikasi desa, indeks literasi dan inklusi keuangan wilayah perkotaan masing-masing sebesar 70,89 persen dan 83,61 persen, lebih tinggi dibandingkan wilayah perdesaan yakni masing-masing sebesar 59,60 persen dan 75,70 persen.
Berdasarkan gender, indeks literasi keuangan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Indeks literasi keuangan laki-laki dan perempuan adalah masing-masing sebesar 67,32 persen dan 65,58 persen. Sedangkan, indeks inklusi keuangan laki-laki dikatakan sebanding dengan perempuan, yakni masing-masing 80,73 persen dan 80,28 persen.
Sedangkan berdasarkan umur, kelompok 26-35 tahun, 18-25 tahun dan 36-50 tahun memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 74,04 persen, 73,22 persen dan 72,05 persen.
Metode kedua yaitu Metode Cakupan DNKI. Cakupan diperluas dengan menyertakan sektor seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Koperasi, Kripto, dan layanan keuangan non-bank lainnya. Berdasarkan klasifikasi desa, indeks literasi dan inklusi keuangan wilayah perkotaan masing-masing sebesar 71,00 persen dan 94,48 persen, lebih tinggi dibandingkan wilayah perdesaan masing-masing sebesar 59,87 persen dan 90,03 persen.
Berdasarkan gender, indeks literasi keuangan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan masing-masing sebesar 67,53 persen dan 65,73 persen. Sedangkan, indeks inklusi keuangan laki-laki dikatakan sebanding dengan perempuan, masing-masing 92,58 persen dan 92,89 persen.
Selanjutnya berdasarkan umur, kelompok 26-35 tahun, 18-25 tahun dan 36-50 tahun memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, masing-masing sebesar 74,05 persen, 73,26 persen dan 72,12 persen.
Oleh karena itu, OJK akan semakin menggiatkan kegiatan literasi dan inklusi keuangan bagi kelompok tersebut. Fokus OJK untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan baik secara konvensional maupun syariah tertuang dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (2023-2027), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029, serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045.(adr)