KUBUS.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah Indonesia dalam melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait rencana pengenaan tarif resiprokal. Selain itu, OJK juga telah menyiapkan strategi mitigasi risiko untuk melindungi sektor jasa keuangan dari potensi dampaknya.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa meskipun AS menunda penerapan tarif selama 90 hari bagi sejumlah negara—kecuali China—upaya mitigasi tetap dilakukan. Langkah ini merupakan bagian dari arahan Presiden Prabowo Subianto dan dikoordinasikan bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Mitigasi risiko langsung harus disiapkan, misalnya jika tarif 32 persen benar-benar diberlakukan. Dalam konteks OJK, kami fokus pada kelangsungan proses pembiayaan yang telah berjalan, termasuk menyesuaikan persyaratan dan perjanjian agar tetap mendukung perekonomian,” ujar Mahendra dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025, yang disiarkan secara daring dan dipantau Kubus.id, Jumat (11/4).
Mahendra juga menyoroti komitmen pemerintah dalam memperbaiki ekosistem industri yang terdampak tarif, termasuk melalui insentif fiskal, perlindungan pasar dalam negeri, serta kebijakan yang mendukung iklim investasi yang lebih sehat. Ia meyakini, jika dijalankan dengan tepat, tekanan dari kebijakan tarif AS dapat menjadi momentum reformasi untuk meningkatkan daya saing nasional.
Di sisi lain, menanggapi gejolak di pasar modal akibat sentimen global, OJK telah menerapkan sejumlah kebijakan strategis. Beberapa di antaranya termasuk relaksasi aturan buyback saham tanpa perlu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), penyesuaian batasan auto rejection bawah (ARB), dan penguatan peran investor domestik.
“Kami mendorong peningkatan investasi domestik di pasar modal, khususnya dari investor institusional, termasuk lembaga jasa keuangan milik negara,” kata Mahendra.
OJK juga menjalin koordinasi dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk mendorong keterlibatan lebih besar lembaga keuangan milik pemerintah sebagai investor institusional. Menurut Mahendra, pembahasan terkait hal ini sudah berlangsung dan akan dilanjutkan untuk menghasilkan langkah konkret.
“Berbagai inisiatif ini diharapkan membuahkan hasil nyata, baik dalam memperkuat sektor riil maupun memperdalam sektor keuangan nasional,” tutupnya.(adr)