KUBUS.ID – Pengamat Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya), Prof. Drs. ec. Wibisono Hardjopranoto, M.S., menilai rencana pemerintah melakukan redenominasi rupiah atau penyederhanaan digit nominal uang akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Ia menjelaskan, redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan angka dalam satuan mata uang karena nilai nominal rupiah saat ini dianggap terlalu panjang.
Menurut Prof. Wibisono, langkah tersebut seharusnya sudah dilakukan lima hingga sepuluh tahun yang lalu, mengingat kondisi ekonomi Indonesia saat ini sudah cukup stabil. Ia menilai, kebijakan ini akan menyederhanakan transaksi, meningkatkan efisiensi administrasi, memperkuat kredibilitas mata uang, menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, dan pada akhirnya menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih baik.
“Redenominasi ini bukan pemotongan uang, seperti yang sering disalahpahami masyarakat. Daya beli masyarakat akan tetap sama setelah redenominasi. Pemerintah juga sudah sangat mampu menjaga stabilitas inflasi,” ujar Wibisono.
Ia menambahkan, kekhawatiran publik terhadap kebijakan ini umumnya muncul karena kesalahpahaman yang menganggap redenominasi sama dengan sanering atau pemotongan nilai uang. Padahal, menurutnya, kedua hal tersebut berbeda jauh. Redenominasi hanya menyederhanakan angka tanpa mengubah nilai riil uang.
Lebih lanjut, Prof. Wibisono mengungkapkan bahwa sekitar 21 negara di dunia telah berhasil melakukan redenominasi mata uang mereka. Indonesia sendiri pernah melakukannya, pada tahun 1966 ketika inflasi mencapai 650 persen. Karena itu, kebijakan redenominasi saat ini dinilai masih sangat relevan untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.
Ia menegaskan, tidak ada dampak negatif dari redenominasi rupiah, selama pemerintah melakukan sosialisasi yang tepat dan mampu menjaga persepsi masyarakat agar tidak timbul kekhawatiran berlebihan. (rif)

































