KUBUS.ID – Aktivitas pengiriman tebu dari satu daerah ke daerah lain makin marak. Tak jarang, hal ini menyebabkan kemacetan lalu lintas akibat truk Over Dimension Over Loading (ODOL) memenuhi jalan. Bahkan, sesekali terjadi insiden lalu lintas truk terguling sehingga menghambat aktivitas masyarakat.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan di masyarakat, khususnya warga sekitar. Mereka mempertanyakan mengapa hasil panen tebu tidak dijual berdasarkan zonasi atau wilayah. Artinya, hasil tebu dari petani lokal sebaiknya diproses di pabrik terdekat, tanpa harus dikirim ke luar kota.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu, Soemitro Samadikoen, menjelaskan alasan utama di balik maraknya pengiriman tebu antar kota. Menurutnya, pabrik gula yang sudah lama berdiri umumnya telah memiliki mitra tetap, baik dari kalangan petani perorangan maupun koperasi. Kemitraan ini sudah terjalin sejak awal, mulai dari penanaman bibit, perawatan, hingga proses panen dan pengangkutan tebu.
Namun, dengan munculnya industri gula baru, beberapa pabrik mengalami kekurangan bahan baku. Untuk memenuhi kebutuhan produksi, mereka membuka pengumuman pembelian tebu baik dari petani di luar wilayah. Tawaran harga yang lebih tinggi ini tentu menarik minat petani, meskipun harus mengirim tebu ke luar kota.
“Masalah ini sebaiknya diselesaikan melalui diskusi antara pihak pabrik dan petani. Tidak selalu tebu dari luar daerah lebih baik dari tebu lokal. Harus ada keadilan dalam hal harga dan kemitraan,” jelas Soemitro.
Ia menambahkan, jika hasil panen dari wilayah sekitar bisa dimanfaatkan dengan harga yang saling menguntungkan, maka ekosistem industri gula akan berjalan lebih efektif. Selain mengurangi kemacetan dan risiko kecelakaan, cara ini juga bisa menekan kenaikan harga gula di pasaran. (rif)
