KUBUS.ID – Isu royalti atas pemutaran lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam acara komersial memicu kegaduhan publik. Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, angkat suara dan menegaskan bahwa lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman ini bukan sekadar karya seni, tetapi simbol nasionalisme yang seharusnya bebas dari kepentingan komersial.
“Lagu kebangsaan ini adalah perekat bangsa, pembangkit semangat dan patriotisme. Menyanyikannya di stadion, bersama puluhan ribu suporter, itu pengalaman yang menggugah jiwa,” tegas Yunus, Rabu (13/8), seperti dilansir Kompas.com.
“Kami yakin tidak pernah terbersit di benak sang pencipta bahwa lagu ini kelak harus dibayar bila setiap individu atau elemen mana pun menyanyikannya,” ujarnya.
“Mereka menciptakan lagu ini dengan tulus, sebagai lagu perjuangan yang ditujukan untuk anak bangsa, tanpa mengharapkan imbalan,” tegas Yunus.
Pernyataan Yunus merespons pernyataan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang sebelumnya menyebut bahwa semua lagu yang memiliki hak cipta dan diputar di ruang publik wajib membayar royalti, termasuk Indonesia Raya jika diputar dalam konteks komersial seperti konser, pertunjukan berbayar, atau pertandingan olahraga.
Namun, Yunus menyayangkan polemik ini muncul menjelang Hari Kemerdekaan. Ia menilai aturan tersebut tidak relevan dan justru mengganggu semangat kebangsaan.
“Kami yakin, W.R. Supratman menciptakan lagu ini dengan ketulusan, sebagai bentuk perjuangan—bukan untuk dikomersialkan. Isu ini justru membuat gaduh dan tidak produktif. Sebaiknya dihapus saja,” tegasnya.
LMKN Klarifikasi: “Indonesia Raya” Bebas Royalti
Di tengah sorotan publik, Komisioner LMKN Bidang Lisensi dan Kolekting, Jhonny W. Maukar, akhirnya memberikan klarifikasi penting. Ia menegaskan bahwa Indonesia Raya kini berstatus domain publik, sehingga tidak dikenakan royalti dalam bentuk apa pun.
“Penggunaan lagu Indonesia Raya dalam bentuk aslinya tidak melanggar hak cipta. Lagu ini sudah menjadi milik publik sejak 70 tahun setelah wafatnya pencipta lagu, sesuai UU Hak Cipta,” jelas Jhonny dalam pernyataan video, dikutip dari Kompas.com.
Sebagai informasi, W.R. Supratman meninggal pada 17 Agustus 1938. Artinya, hak cipta atas Indonesia Raya telah berakhir sejak 2008, menjadikan lagu ini bebas digunakan oleh siapa saja (public domain) tanpa kewajiban pembayaran royalti.
Respon Mahkamah Konstitusi
Isu royalti lagu kebangsaan ini bahkan sampai dibahas dalam sidang uji materi UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (7/8). Hakim Konstitusi Arief Hidayat pun menyindir keras wacana pemberlakuan royalti secara kaku.
“Kalau aturan ini diterapkan secara harfiah, W.R. Supratman bisa jadi orang terkaya di dunia. Lagu Indonesia Raya dinyanyikan dari PAUD sampai kantor negara di seluruh pelosok negeri, apalagi menjelang 17 Agustus,” ucap Arief dalam persidangan.(adr)