
KUBUS.ID — Kasus perundungan yang terjadi di lingkungan SMPN 3 Doko, Kabupaten Blitar, terus menjadi perhatian publik. Setelah sejumlah praktisi hukum angkat bicara, kini giliran kriminolog dan dosen Hukum Pidana Universitas Islam Malang (Unisma), Hisbul Luthfi Ashsyarofi, S.H., M.H., turut memberikan tanggapan.
Menurut Luthfi, kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku maupun korban harus ditangani dengan pendekatan yang mengedepankan perlindungan anak sebagaimana diatur dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia.
“Anak yang berkonflik dengan hukum harus diprioritaskan pada perlindungan. Diversi menjadi mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang, dimana pelaku, korban, dan pihak keluarga difasilitasi untuk bertemu dan mencari penyelesaian di luar pengadilan,” kata Luthfi.
Diversi, lanjutnya, menjadi bentuk intervensi dini agar anak-anak tidak terjerumus lebih dalam ke dalam sistem hukum pidana. Sebab hukum menilai jika anak masih memiliki jalan panjang. Oleh karenanya undang-undang memerintahkan agar perkara anak diupayakan selesai di luar peradilan.
“Tapi aturan ini tetap perlu dilihat konteks dan tingkat keparahan kasusnya,” tambahnya.
Untuk konteks kasus di Blitar, Luthfi menjelaskan bahwa pendekatan pidana tetap mungkin dilakukan. Ia juga menekankan pentingnya efek jera terhadap pelaku. Meski sistem peradilan pidana anak kita didesain agar tetap bisa memberikan efek jera, meski dengan pendekatan yang berbeda dibanding orang dewasa.
“Efek jera ini harus dirasakan pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Luthfi. (far)