KUBUS.ID – Wacana mengenai pemilihan kepala daerah yang kembali dipilih DPRD, mendapat perhatian dari masyarakat. Salah satu isu yang muncul adalah anggapan bahwa kebijakan pemilu langsung menimbulkan biaya tinggi (high cost), dengan beberapa pihak mengkambinghitamkan rakyat sebagai pihak yang menerima politik uang, sehingga biaya politik membengkak.
Pengamat kebijakan publik Universitas Muhammadiyah Malang, Yana Syafriyana Hijri, S.IP., M.IP., apabila membicarakan mengenai biaya pilkada, harus lebih dikaji secara komprehensif. Selama ini, partai politik tidak memberikan jumlah rincian yang jelas pada publik terkait biaya yang dikeluarkan saat pilkada.
Yana menambahkan Kebijakan pilkada secara langsung oleh rakyat, seharusnya tidak dilihat hanya dari sudut pandang biaya, tetapi juga dari segi demokrasi dan keterlibatan langsung masyarakat dalam memilih pemimpinnya. Jika, penghapusan pemilu secara langsung karena faktor biaya, maka sudah menjadi tugas bawaslu untuk memberikan peringatan pada paslon untuk tidak melibatkan politik uang pada pilkada.
Penggunaan biaya besar pada Pilkada yang akan ditujukan untuk kepentingan rakyat, juga harus dilakukan pengkajian lebih komprehensif. Apakah, bisa dijamin bahwa uang dengan jumlah besar tersebut bisa sampai pada rakyat. (rif)