KUBUS.ID – Kehadiran chatbot AI asal China, DeepSeek, kini menjadi sorotan di Amerika Serikat (AS), memicu kekhawatiran terkait potensi ancaman terhadap keamanan nasional dan privasi data. Anggota Senat AS dari Partai Republik, Josh Hawley, baru-baru ini mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bertujuan untuk membatasi penggunaan DeepSeek dan teknologi AI China lainnya di AS. Termasuk, ancaman denda hingga penjara bagi yang melanggar.
RUU yang diberi nama Decoupling America’s Artificial Intelligence Capabilities from China Act of 2025 ini berisi ketentuan yang melarang warga AS untuk mengembangkan atau menggunakan AI yang dikembangkan oleh China. Meski DeepSeek tidak disebutkan secara spesifik dalam RUU ini, proposal ini muncul setelah aplikasi DeepSeek mulai populer di berbagai belahan dunia, termasuk di AS.
Melansir Kompas. bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut, hukuman yang terancam sangat berat, dengan denda hingga 1 juta dollar AS (sekitar Rp 16,3 miliar) bagi individu dan 100 juta dollar AS (sekitar Rp 1,6 triliun) bagi perusahaan. Pelanggar juga dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 20 tahun.
Saat ini, RUU tersebut masih dalam tahap pembahasan di Senat, dan belum ada kepastian kapan akan disahkan. Jika disetujui, warga AS akan dilarang mengakses DeepSeek dan aplikasi lain buatan China, serta media sosial yang berpotensi mengumpulkan data sensitif.
Dilansir dari TechCrunch, Kantor Administrasi Kepala DPR AS, telah melarang pegawainya untuk menginstal aplikasi DeepSeek di ponsel, komputer, atau tablet resmi pemerintah. Oleh karena itu, beberapa badan infrastruktur seperti NASA, Angkatan Laut Amerika Serikat, dan Badan Pertahanan AS (Pentagon), langsung mengambil langkah tegas.
Langkah serupa turut dilakukan Negara Bagian Texas. Gubernur Texas, Greg Abbot mengatakan pihaknya akan mewanti-wanti aplikasi dan media sosial buatan China.
Menurut laporan yang dikutip Gizchina, DeepSeek disebut mampu mengumpulkan berbagai informasi sensitif. Mulai dari alamat IP, history percakapan, dokumen file, sampai aktivitas keyboard pengguna. Nantinya, data-data tersebut akan disimpan di server yang beroperasi langsung di bawah pemerintahan China. Hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran global karena bisa meningkatkan risiko kebocoran data atau informasi penting sebuah negara.(adr)