Beranda Religi Bolehkah Panitia Kurban Masak dan Makan Daging Kurban? Begini Pandangan Fikihnya

Bolehkah Panitia Kurban Masak dan Makan Daging Kurban? Begini Pandangan Fikihnya

376
Ilustrasi pemotongan daging kurban (foto: Serambinews.com)

KUBUS.ID – Setiap menjelang Idul Adha, kepanitiaan kurban bermunculan di masjid, mushalla, dan berbagai instansi. Mereka bertugas menerima dan menjalankan amanah dari para pekurban (mudhahi) — mulai dari menyembelih hewan, mengolah, hingga membagikan daging kurban kepada yang berhak.

Namun, ada satu tradisi yang kerap jadi perbincangan: bolehkah panitia memasak dan memakan sebagian daging kurban sebagai konsumsi saat hari-H penyembelihan?

Wakalah dalam Kurban: Panitia Hanya Perpanjangan Tangan

Melansir NU Online, dalam pandangan fikih, panitia kurban sejatinya bertindak sebagai wakil atau pelaksana amanah dari mudhahi. Artinya, mereka tidak punya wewenang untuk mengambil atau memanfaatkan daging kurban tanpa izin, karena statusnya hanyalah sebagai perpanjangan tangan (wakalah). Semua tindakan mereka harus sesuai mandat yang diberikan.

Namun bagaimana jika sebagian daging dimasak untuk makan siang bersama panitia? Apakah ini sah menurut hukum Islam?

Tradisi Masak Daging Kurban: Dibenarkan dengan Syarat

Menurut Syekh Nawawi Banten dalam kitab Tausyih ‘ala Ibni Qasim, sebagian ulama memperbolehkan wakil untuk mengambil sedikit bagian dari daging kurban atau aqiqah, selama dalam batas kewajaran dan sesuai adat yang berlaku — misalnya, sekadar cukup untuk makan siang dan malam. Ini dianggap sebagai bentuk izin tidak langsung dari pihak yang berkurban (muwakil), selama tidak berlebihan.

و إما أن يكون التوكيل في مالية محضة كـ (تفرقة الزكاة مثلاً) أي كتفرقة كفارة ومنذورة، فيجوز التوكيل فيها مطلقاً، ولا يجوز له أخذ شيء منها إلا إن عين له الموكل قدراً منها، لكن قال بعضهم: يجوز لوكيل تفرقة لحم العقيقة أن يأخذ منه قدر كفاية يوم فقط للغداء والعشاء، لأن العادة تتسامح بذلك

Artinya: “Adapun apabila perwakilan itu dalam hal harta murni (maliyah mahdhah), seperti distribusi zakat (misalnya), yaitu seperti distribusi kafarat dan nadzar, maka boleh melakukan perwakilan dalam hal ini secara mutlak, dan tidak boleh bagi wakil mengambil sesuatu darinya kecuali jika pemberi kuasa (muwakil) telah menentukan sejumlah bagian darinya. Namun, beberapa ulama mengatakan: ‘diperbolehkan bagi wakil yang mendistribusikan daging aqiqah untuk mengambil darinya sekedar cukup untuk makan siang dan makan malam dalam satu hari, karena adat mentoleransi hal tersebut.” (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Tausyih Ala Ibni Qasim [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah cetakan pertama: 1998], halaman 243)

Dengan kata lain, tradisi panitia kurban memasak sebagian kecil daging untuk konsumsi internal masih dapat dibenarkan secara fikih, asalkan jumlahnya terbatas dan didasarkan pada kebiasaan masyarakat setempat. Lebih utama lagi jika sejak awal panitia telah meminta izin secara eksplisit kepada para mudhahi.

Jika Kurban Wajib, Bagaimana?

Namun, lain halnya jika yang disembelih adalah kurban wajib (seperti nazar), di mana seluruh dagingnya wajib disalurkan kepada fakir miskin dalam kondisi mentah. Dalam kasus ini, panitia tidak boleh memanfaatkan daging sedikit pun, kecuali jika dilakukan strategi khusus.

Salah satu solusi yang dibolehkan ulama adalah menyerahkan sebagian daging kepada panitia yang termasuk fakir, lalu ia memasaknya untuk dimakan bersama seluruh panitia. Dengan cara ini, distribusi tetap sah menurut syariat.

Solusi Ideal: Alokasikan Biaya Konsumsi dari Mudhahi

Untuk menghindari keraguan, disarankan agar panitia sejak awal meminta biaya tambahan akomodasi dan konsumsi dari para mudhahi. Dana ini dapat digunakan untuk logistik, konsumsi panitia, dan keperluan teknis lainnya, tanpa perlu mengambil dari daging kurban.

Tradisi memasak sebagian kecil daging kurban untuk konsumsi panitia diperbolehkan dalam Islam, selama sesuai kebiasaan, tidak berlebihan, dan idealnya telah mendapat izin dari mudhahi. Untuk lebih hati-hati, panitia disarankan menyepakati teknis pembiayaan konsumsi dengan para pekurban sejak awal. Wallahu a’lam. (adr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini