KUBUS.ID – Cyber bullying tidak hanya meninggalkan luka emosional yang mendalam pada anak dan remaja, tetapi juga berpotensi membentuk pola pikir berbahaya yang bisa terbawa hingga dewasa. Salah satu risiko seriusnya adalah kemungkinan korban berbalik menjadi pelaku di masa depan, jika pengalaman traumatis tersebut tidak tertangani dengan tepat.
Dari Korban Menjadi Pelaku: Siklus yang Perlu Diwaspadai
Psikolog Meity Arianty, STP., M.Psi., menjelaskan bahwa anak yang mengalami bullying, termasuk di ranah digital, berisiko tinggi meniru perilaku agresif yang pernah mereka alami. Tanpa pendampingan emosional dan psikologis, anak mungkin mengembangkan mekanisme pertahanan diri yang salah—berperilaku kasar demi mendapatkan kembali rasa kuasa setelah sebelumnya merasa tertekan dan tidak berdaya.
Penjelasan Psikologis: Belajar dari Lingkungan Sosial
Mengacu pada teori pembelajaran sosial dari Albert Bandura, individu cenderung meniru perilaku yang mereka amati dalam lingkungan sosialnya. Dalam konteks ini, anak yang menjadi korban cyber bullying bisa menginternalisasi kekerasan sebagai bentuk komunikasi yang “normal”, terutama jika kekerasan itu terjadi secara berulang dan tidak ada intervensi dari lingkungan.
Tanpa dukungan yang memadai, anak bisa mengalami distorsi dalam memaknai hubungan sosial. Akibatnya, mereka mulai memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti yang mereka alami—baik dalam interaksi langsung maupun melalui dunia maya.
Gejala Awal yang Perlu Diwaspadai
Meity menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda perilaku agresif yang mungkin muncul pada anak pasca mengalami cyber bullying, antara lain:
- Mudah tersulut emosi atau marah berlebihan
- Berusaha mendominasi atau merendahkan orang lain
- Mengunggah komentar negatif atau menyakitkan di media sosial
- Menganggap menyindir atau mempermalukan orang lain sebagai hal lumrah
Perubahan ini sering kali disalahartikan sebagai gejolak emosi biasa, padahal bisa menjadi indikasi peniruan pola kekerasan yang belum terselesaikan secara emosional.
Peran Kunci Orangtua dan Lingkungan
Untuk menghentikan siklus korban-menjadi-pelaku, keterlibatan orangtua dan lingkungan sangat krusial. Orangtua perlu menciptakan ruang yang aman dan suportif, di mana anak merasa nyaman untuk menceritakan pengalaman buruknya tanpa takut disalahkan atau dihakimi.
Pendampingan ini harus dilakukan tidak hanya ketika anak menjadi korban, tetapi juga saat anak mulai menunjukkan perubahan perilaku yang mengarah pada agresi. Jika diperlukan, bantuan dari tenaga profesional seperti psikolog dapat membantu menggali akar permasalahan dan memberikan pendekatan penanganan yang tepat. (adv/thw)
Source: kompas.com