Beranda Uncategorized Ramai Dikecam, Trailer Film Animasi “Merah Putih One For All” Tuai Kritik...

Ramai Dikecam, Trailer Film Animasi “Merah Putih One For All” Tuai Kritik Pedas dari Publik dan Akademisi

2237
Tangkapan layar dari film Merah Putih One For All. (Youtube : Historika Film)

KUBUS.ID – Sejak trailer film animasi “Merah Putih One For All” dirilis ke publik, gelombang kritik tajam terus mengalir di media sosial. Warganet mempertanyakan kualitas teknis, kelayakan cerita, hingga representasi nilai kebangsaan dalam film yang digadang-gadang sebagai karya patriotik ini.

Film ini disebut-sebut sebagai proyek besar animasi lokal dengan riset yang diklaim memakan waktu hingga satu tahun. Namun, respons publik justru didominasi kekecewaan, terutama setelah trailer-nya dirilis di berbagai platform digital.

Dosen Komunikasi Digital Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Dimas Prakoso, M.A, menilai reaksi negatif yang muncul merupakan sesuatu yang wajar. Bahkan, ia mencurigai bahwa kontroversi ini memang sengaja diciptakan untuk mendongkrak atensi publik.

“Ada banyak hal yang sebenarnya penuh tanda tanya besar. Dugaan saya, sengaja dibikin viral meskipun responnya negatif, agar mendapat banyak dukungan dan terlihat sukses,” ujar Dimas saat diwawancarai, Senin (11/8).

Kritik Teknis dan Narasi Cerita

Secara teknis, menurut Dimas, trailer yang seharusnya mampu membangun rasa penasaran justru gagal memberikan daya tarik. Ia menilai tampilan visual yang flat, pengulangan adegan, serta kualitas animasi yang dinilai “tidak layak” untuk standar film nasional menjadi titik lemah utama.

“Trailer itu semestinya bikin penasaran. Tapi yang muncul malah kejenuhan. Dari sisi teknis, bahkan tidak cukup layak untuk menggambarkan film bertema kebangsaan,” tambahnya.

Dimas juga menyoroti alur cerita yang ditawarkan dalam trailer, terutama soal tema “bendera yang hilang”, yang menurutnya justru memunculkan citra negatif terhadap jati diri bangsa.

“Cerita tentang bendera yang hilang, itu seolah menggambarkan bangsa yang kehilangan arah. Kalau ini mau dijadikan representasi bangsa, rasanya keliru,” jelasnya.

Aspek Produksi dan Target Pasar yang Kabur

Kritik tak hanya datang dari sisi teknis dan cerita. Beberapa netizen mempertanyakan elemen desain karakter dan lokasi yang dianggap kurang mencerminkan nuansa lokal Indonesia. Beberapa menduga aset-aset tersebut dibeli dari pasar global tanpa proses lokalisasi yang kuat.

“Set up lokasi dan karakter yang digunakan terasa asing, seperti bukan dari Indonesia. Kalau begitu, siapa sebenarnya target pasar mereka?” kata Dimas.

Ia juga mengungkapkan bahwa kemungkinan besar tim produksi mengalami tekanan dari pihak pemodal yang memaksakan arah kreatif tanpa mempertimbangkan kualitas.

“Kita tidak tahu tekanan yang mereka alami. Bisa jadi mereka harus tunduk pada pemilik modal yang mendirect produksi sesuai keinginan mereka,” ujarnya.

Respons Netizen dan Tantangan Produksi Lokal

Dalam hitungan jam sejak trailer diunggah, media sosial dibanjiri komentar kritis. Beberapa mempertanyakan klaim riset selama satu tahun, seperti dalam desain detail daun yang dikatakan “sebesar kepala”. Netizen menganggap klaim tersebut tidak masuk akal jika dibandingkan dengan hasil yang ditampilkan.

Proyek ini semula diharapkan menjadi pembuka jalan bagi kebangkitan film animasi lokal bertema nasionalisme. Namun, kontroversi yang menyelimuti justru menunjukkan bahwa standar kualitas dan kedalaman narasi masih menjadi tantangan besar bagi industri animasi tanah air.(nhd)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini