KUBUS.ID – Fenomena job hopping dan multi-jobbing kini menjadi wajah baru dinamika dunia kerja, terutama di kalangan generasi muda. Pergeseran pola berpikir tentang karier, kebutuhan finansial, hingga perubahan teknologi membuat dua tren ini semakin kuat mengakar. Di satu sisi, perusahaan dibuat kewalahan oleh tingginya mobilitas pekerja. Di sisi lain, pekerja merasakan peluang yang belum pernah sebesar ini.
Laporan berbagai survei ketenagakerjaan global menunjukkan bahwa karyawan berusia 20–35 tahun kini cenderung bertahan lebih singkat di satu perusahaan, yakni 1–3 tahun. Sementara itu, semakin banyak pula pekerja yang mengambil pekerjaan kedua, mulai dari freelance hingga bisnis sampingan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Dan bagaimana dampaknya bagi dunia kerja?
Apa Itu Job Hopping dan Multi-Jobbing?
Job hopping adalah kebiasaan berpindah pekerjaan dalam waktu relatif singkat. Sementara multi-jobbing berarti menjalankan dua atau lebih pekerjaan sekaligus, baik sebagai pekerja penuh waktu, paruh waktu, atau freelancer.
Dulu, kedua hal ini dianggap “tidak ideal”. Kini, justru dianggap strategi.
Mengapa Fenomena Ini Meningkat?
1. Kebutuhan Finansial & Biaya Hidup
Harga kebutuhan pokok hingga sewa tempat tinggal naik setiap tahun. Multi-jobbing menjadi cara cepat menambah penghasilan, sementara job hopping sering kali menawarkan lonjakan gaji lebih besar dibanding kenaikan internal perusahaan.
2. Budaya Kerja yang Berubah
Generasi muda menginginkan meaningful work, fleksibilitas, dan keseimbangan hidup. Ketika satu perusahaan tidak memberi ruang itu, pindah kerja bukan lagi tabu.
3. Teknologi dan Ekonomi Gig
Platform freelance, remote work, dan digital skill membuka peluang kerja tanpa batas lokasi. Mengelola dua atau tiga pekerjaan bukan lagi hal asing.
4. Lingkungan Kerja Kurang Sehat
Burnout, manajemen buruk, politik kantor, hingga jenjang karier yang tidak jelas menjadi pemicu utama lonjakan job hopping.
Dampak bagi Pekerja: Antara Peluang dan Burnout
Keuntungannya
- Gaji naik cepat: Banyak pekerja melaporkan kenaikan 20–50% saat pindah perusahaan.
- Skill berkembang cepat: Terbiasa menghadapi proyek dan budaya kerja berbeda.
- Jaringan luas: Kontak profesional bertambah setiap pindah tempat.
Risikonya
- Cap “gampang cabut”: Rekruter tertentu masih menilai negatif jejak pindah cepat.
- Tidak punya proyek jangka panjang: Portofolio terlihat “lompat-lompat”.
- Burnout: Multi-jobbing dapat menekan waktu istirahat dan kesehatan mental.
Dampak bagi Perusahaan: Tantangan Serius HR
Tingkat turnover yang tinggi membawa beberapa tantangan nyata:
- Biaya rekrutmen melonjak: Perusahaan menghabiskan lebih banyak untuk mencari dan melatih karyawan baru.
- Stabilitas tim terganggu: Pergantian anggota menghambat proyek berjalan.
- Hilangnya pengetahuan internal: Pengalaman dan “ilmu dapur” ikut pergi tiap kali karyawan keluar.
Namun, ada nilai positif: masuknya talenta baru membawa ide segar, inovasi, dan adaptasi cepat terhadap perubahan teknologi.
Pandangan dari Berbagai Sudut
– Sudut Pekerja
- Job hopping adalah strategi mempercepat karier.
- Multi-jobbing adalah bentuk “survival mode” sekaligus peluang.
– Sudut HR & Perusahaan
- Fenomena ini dianggap ancaman bagi stabilitas organisasi.
- Namun, HR modern mulai beradaptasi: menawarkan kerja fleksibel, jalur karier jelas, dan paket benefit lebih menarik.
– Sudut Ekonomi & Sosial
- Pasar tenaga kerja menjadi semakin dinamis.
- Ekonomi gig berkembang pesat, tetapi perlindungan bagi pekerja semakin kompleks.
- Regulasi ketenagakerjaan harus mengejar perkembangan fenomena ini.
– Sudut Etika & Hukum
- Tidak semua kontrak memperbolehkan pekerjaan sampingan.
- Konflik kepentingan bisa terjadi saat multi-jobbing.
- Pajak dari berbagai sumber penghasilan perlu diatur lebih rapi.
Bagaimana Pekerja Harus Menyikapinya?
- Gunakan job hopping secara strategis, bukan impulsif.
- Pastikan kemampuan terus bertambah di tiap tempat kerja.
- Jika multi-jobbing, pastikan tidak mengganggu pekerjaan utama.
- Kelola waktu dan kesehatan mental — burnout tidak memberikan keuntungan apa pun.
Bagaimana Perusahaan Perlu Beradaptasi?
- Perjelas jalur karier dan peluang kenaikan jabatan.
- Terapkan fleksibilitas kerja untuk meningkatkan retensi.
- Sediakan budaya kerja sehat yang tidak mendorong talent pergi.
- Buat kebijakan moonlighting yang jelas agar tidak terjadi konflik kepentingan.
Tren Ini Tak Akan Hilang
Job hopping dan multi-jobbing bukan tren sesaat. Keduanya adalah hasil dari perubahan nilai generasi muda, perkembangan teknologi, dan dinamika ekonomi. Perusahaan perlu beradaptasi untuk mempertahankan talenta terbaik, sementara pekerja harus cerdas mengelola peluang agar tidak terjebak risiko jangka panjang.
Dunia kerja berubah dan fenomena ini adalah bukti paling nyata. (thw)






























