KUBUS.ID – Masyarakat diminta untuk lebih waspada terhadap oknum yang mengaku sebagai wartawan namun melakukan pemerasan. Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Kediri, Roma Duwi Juliandi, menegaskan bahwa pemerasan adalah tindakan kriminal yang dapat dikenai sanksi pidana.
“Pemerasan oleh oknum yang mengatasnamakan wartawan sangat meresahkan. Kami mendorong masyarakat untuk tidak ragu menolak dan melaporkan jika mengalami hal tersebut,” tegas Roma, Kamis (19/6).
Menurutnya, tindakan pemerasan bukan bagian dari tugas jurnalistik. Wartawan sejati bekerja berdasarkan kode etik dan mengedepankan fungsi pers sebagai kontrol sosial, penyampai informasi, edukasi, dan hiburan. “Jika ada yang mengaku wartawan, tapi tujuannya tidak mencerminkan fungsi pers, maka patut dicurigai,” tambahnya.
IJTI juga mendorong narasumber untuk melakukan verifikasi sebelum memberikan keterangan kepada siapa pun yang mengaku wartawan. Bila perlu, narasumber dapat meminta pendampingan dari wartawan profesional atau aparat kepolisian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Wartawan profesional bekerja berdasarkan substansi berita. Kalau tujuannya tidak jelas atau justru cenderung mengintimidasi, maka itu bukan praktik jurnalistik yang sah,” kata Roma.
IJTI juga mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap narasumber. Dalam Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik disebutkan bahwa wartawan wajib menghormati permintaan off the record, menyembunyikan identitas narasumber, dan tidak memaksakan wawancara jika narasumber menolak.
“Wartawan profesional akan menghormati privasi narasumber dan tidak menjadikan informasi sebagai alat ancaman,” kata Roma.
Roma mengimbau agar masyarakat tidak segan melaporkan praktik jurnalisme abal-abal ke pihak berwenang atau organisasi jurnalis yang sah dan Dewan Pers.(adr)