Jakarta, (Kubus.ID) — Umat Islam memasuki bulan Rajab, salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan Allah SWT. Bulan ketujuh dalam kalender Hijriyah ini bukan sekadar penanda waktu, melainkan momentum spiritual untuk melatih diri, menata perilaku, dan mempersiapkan hati menuju puncak ibadah di bulan Ramadan.
Ustadz Adi Hidayat (UAS) mengatakan, dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 36, Allah SWT menegaskan bahwa dari dua belas bulan dalam setahun, terdapat empat bulan haram yang dijaga kemuliaannya. Rasulullah SAW menjelaskan, tiga bulan di antaranya berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, sementara satu bulan lainnya berdiri sendiri, yakni Rajab.
“Secara bahasa, Rajab bermakna “diagungkan”. Sejak masa jahiliyah, bulan ini telah dihormati. Suku-suku Arab menghentikan peperangan, meredam konflik, dan menjaga perdamaian. Nilai tersebut kemudian ditegaskan Islam sebagai bulan yang harus dijaga dari kezaliman dan perbuatan maksiat,” kata UAS dikutip dari kanal YouTube Adi Hidayat Official, Jumat (26/12/2025).
Ibnu Abbas RA menafsirkan larangan “jangan berbuat zalim pada diri kalian” di bulan-bulan haram sebagai peringatan keras: kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya, sementara keburukan pun berlipat dosanya. Karena itu, Rajab dipahami sebagai bulan latihan memperbanyak amal saleh dan menahan diri dari segala bentuk pelanggaran.
Para ulama menjelaskan, meski tidak ada ibadah khusus yang diwajibkan di bulan Rajab, umat Islam dianjurkan memperbanyak amalan secara umum. Mulai dari meningkatkan kualitas salat fardhu dan sunnah, memperbanyak tahajud, tilawah Al-Qur’an, hingga memperluas sedekah, infak, dan berbagi ilmu yang bermanfaat—termasuk melalui media sosial.
Puasa sunnah juga menjadi salah satu amalan yang dianjurkan. Umat Islam dapat menjalankan puasa Senin-Kamis, puasa Daud, atau puasa sunnah lainnya sesuai kemampuan, sebagai sarana melatih ketakwaan dan pengendalian diri.
Rajab juga menjadi momen penting untuk meninggalkan kebiasaan buruk: menyebar hoaks, memelihara perselisihan, hingga perilaku maksiat yang merusak diri dan sosial. Nilai inilah yang menjadikan Rajab sebagai pintu pembuka menuju Sya’ban dan penguat sebelum memasuki Ramadan.
Selain bernilai spiritual, bulan Rajab juga sarat sejarah. Sejumlah peristiwa besar dikaitkan dengan bulan ini, seperti Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemenangan kaum Muslimin dalam Perang Tabuk, serta pembebasan Masjidil Aqsa oleh Salahuddin Al-Ayyubi. Sejarah tersebut memperkuat makna Rajab sebagai bulan perjuangan dan kemenangan hakiki.
Dengan segala keutamaannya, Rajab diharapkan menjadi titik awal perubahan. Bulan untuk melatih konsistensi ibadah, memperbaiki akhlak, dan menyiapkan diri menyambut anugerah terbesar: Ramadan.
“Rajab adalah pembukaan, Sya’ban penguatannya, dan Ramadan puncak perjuangan,” pesan yang mengingatkan bahwa kesiapan spiritual tidak dibangun dalam semalam, melainkan dilatih sejak sekarang.(adr)






























