Beranda Nasional MK Pertegas Aturan Pilkada: Mantan Gubernur Dilarang Jadi Cawagub, Apa Dampaknya?

MK Pertegas Aturan Pilkada: Mantan Gubernur Dilarang Jadi Cawagub, Apa Dampaknya?

646

KUBUS.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini menolak dua permohonan perkara terkait Undang-Undang Pilkada dalam sidang yang berlangsung pada Selasa, 20 Agustus 2024. Permohonan tersebut adalah perkara Nomor 71/PUU/XXII/2024 dan Nomor 73/PUU-XXII/2024, yang keduanya mengajukan gugatan terhadap larangan bagi mantan gubernur untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil gubernur (cawagub) di daerah yang sama pada Pilkada 2024.

Permohonan Nomor 71/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Isdianto, mantan Gubernur Kepulauan Riau. Isdianto meminta agar MK mempertimbangkan perubahan aturan yang melarang mantan gubernur untuk mencalonkan diri sebagai cawagub di wilayah yang sama. Namun, Mahkamah memutuskan untuk menolak permohonan tersebut. Hakim Konstitusi, Saldi Isra, menyatakan bahwa Mahkamah mengalami kesulitan dalam memahami rumusan petitum permohonan Isdianto.

Dikutip dari laman MK RI, Rabu (21/8/2024), Saldi Isra menjelaskan bahwa rumusan petitum dalam permohonan Isdianto tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 ayat 2 D Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, dan tidak mengikuti kelaziman yang berlaku dalam pengujian undang-undang di MK. Menurut Saldi, permohonan yang diajukan oleh Isdianto dianggap tidak jelas atau kabur, sehingga tidak memenuhi syarat formil yang ditetapkan. Karena itu, Mahkamah memutuskan untuk tidak mempertimbangkan kedudukan hukum dan isi permohonan lebih lanjut.

Dalam perkara serupa yang terdaftar dengan nomor 73/PUU-XXII/2024, MK juga menolak permohonan yang diajukan oleh John Gunung Hutapea, Deny Panjaitan, Saibun Kasmadi Sirait, dan Elvis Sitorus. Para pemohon ini juga meminta agar MK mengubah aturan yang melarang mantan gubernur mencalonkan diri sebagai cawagub di Pilkada 2024. Mahkamah menilai bahwa dalil yang disampaikan para pemohon tidak memberikan kedudukan hukum yang sah untuk mengajukan permohonan tersebut.

Saldi Isra mengungkapkan bahwa larangan bagi mantan gubernur untuk mencalonkan diri sebagai cawagub di daerah yang sama tidak dapat dianggap sebagai penghalang bagi seseorang untuk berpartisipasi dalam Pilkada. Mahkamah berpendapat bahwa para pemohon seharusnya mencari calon wakil kepala daerah yang tidak terhalang oleh aturan yang berlaku dalam UU Pilkada. Saldi menegaskan bahwa Mahkamah tidak memiliki keraguan untuk menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak memiliki kedudukan hukum yang memadai. Dengan demikian, permohonan dari para pemohon tersebut tidak dipertimbangkan lebih lanjut.

Keputusan ini menunjukkan sikap Mahkamah Konstitusi dalam menilai dan memutuskan permohonan yang diajukan, dengan menekankan pentingnya pemahaman dan pemenuhan syarat formil dalam proses pengujian undang-undang.(adr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini