KUBUS.ID – Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek Anindito Aditomo menyebut, sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai kebijakan yang merusak. Sebab, menurut dia, penjurusan itu menciptakan diskriminasi.
“Kebijakan yang merusak. Akhirnya banyak yang salah jurusan (kuliah),” kata Anindito kepada Tempo, Kamis, 25 Juli 2024.
Anindito mengatakan para pelajar SMA memiliki kecenderungan memilih jurusannya tidak berdasarkan refleksi bakat dan minatnya. Mereka, menurut dia, terhasut oleh gengsi apabila tidak masuk ke jurusan IPA.
Ia menilai, kebijakan penjurusan itu justru memberikan privilege lebih kepada pelajar yang masuk di jurusan IPA. “Sehingga berlomba-lomba masuk IPA, hasilnya ada peng-kasta-an,” ujarnya.
Anindito mengatakan penjurusan itu tidak membuat para murid mendapatkan gambaran akan rencana studinya di perguruan tinggi. Hal itu membuat kasus mahasiswa salah masuk jurusan di kampus terus ada.
“Ketika kuliah pindah jurusan, itu yang rugi bukan anak, tapi bangsa negara juga,” kata Anindito. Sebab, ia mengatakan bahwa negara sudah berinvestasi banyak kepada para pelajar tersebut.
Adapun Kemendikbudristek bakal menghapus kebijakan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA. Penghapusan jurusan di SMA itu merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang sudah diterapkan bertahap sejak 2021.
Sampai 2024, penerapan Kurikulum Merdeka sudah mencapai 90 sampai 95 persen untuk jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMA atau SMK.
“Pada kelas 11 dan 12 SMA murid yang sekolah menggunakan Kurikulum Merdeka dapat memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan dan aspirasi studi lanjutnya,” kata Anindito.
Dengan penghapusan jurusan ini, Anindito mengungkapkan bahwa murid bisa memilih mata pelajaran sesuai dengan program studi atau prodi yang diinginkan. Pemilihan mata pelajaran sesuai minat itu dilakukan di kelas 11.
Dia mencontohkan, pelajar yang ingin mengambil Prodi Kedokteran di perguruan tinggi, ketika SMA tidak perlu mempelajari mata pelajaran soal Kalkulus tingkat lanjut. Pelajar itu, kata dia, akan difokuskan untuk pembelajaran Biologi ataupun Kimia. “Jadi bisa lebih fokus. Anak itu juga bisa matang memilih prodi kuliah, dan pilih karier,” ujarnya.(adr)
Sumber: tempo.co