Beranda Kediri Raya Puncak Haji 2025: Jemaah Bersiap Hadapi Suhu Ekstrem 50°C di Arafah

Puncak Haji 2025: Jemaah Bersiap Hadapi Suhu Ekstrem 50°C di Arafah

519
KH Syamsul Hadi sedang membimbing jemaah haji (Foto: Dok pribadi)

KUBUS.ID – Puncak ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah, akan berlangsung pada 5 Juni 2025. Suhu udara saat itu diperkirakan sangat ekstrem, bisa mencapai 50 derajat Celcius. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, mengimbau jemaah untuk tidak keluar tenda selama wukuf guna menghindari risiko kesehatan akibat panas ekstrem.

Jemaah juga diminta tetap berada di dalam tenda, khususnya pada pukul 10.00 hingga 16.00, baik saat di Arafah maupun Mina. Menjelang puncak wukuf, petugas Daker Mekah telah memberi arahan khusus kepada ketua regu. Mulai Ahad, 1 Juni 2025, jamaah diminta untuk fokus beribadah di hotel, termasuk menunaikan salat Jumat di kamar masing-masing demi menjaga stamina.

KH Syamsul Hadi, M.Si, Direktur Multazam Alhadi Tour and Travel sekaligus pembimbing haji Kloter 5 SUB asal Kabupaten Kediri mengatakan pergerakan jemaah menuju Arafah akan dilakukan lebih cepat daripada biasanya. Pada 4 Juni atau 8 Dzulhijah nanti, seluruh jamaah haji mulai bergerak menuju Arafah sejak pukul 06.00 pagi. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, keberangkatan ke Arafah biasa dilakukan selepas salat Dhuhur.

Percepatan waktu ini merupakan kebijakan baru dari syarikah atau manajemen layanan haji di Mekah. “Seluruh teknis pergerakan, termasuk penempatan jamaah di tenda-tenda Arafah, kini sepenuhnya ditangani oleh syarikah,” jelas Abah Syamsul saat on air di Radio ANDIKA, Jumat (30/5).

Menurutnya, kebijakan ini untuk memuliakan jemaah. Namun di lapangan, sistem baru ini belum sepenuhnya mengakomodasi pola layanan haji Indonesia yang sudah terstruktur berdasarkan keluarga atau kondisi khusus jamaah.

Pembagian nomor tenda kini dilakukan berdasarkan urutan visa, bukan berdasarkan regu atau kelompok keluarga seperti biasa. Hal ini menyebabkan sejumlah jamaah harus berpindah tenda dan berpisah dari pasangan atau pendampingnya, terutama jamaah lansia dan sakit.

“Ini menjadi tantangan besar bagi petugas haji Indonesia. Kita terbiasa dengan sistem yang mempertimbangkan aspek kekeluargaan dan kesehatan jamaah,” ujar KH Syamsul.(adr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini