KUBUS.ID – Band punk asal Purbalingga, Sukatani, baru-baru ini mencuri perhatian publik setelah merilis lagu berjudul “Bayar, Bayar, Bayar” pada Juli 2024. Lagu ini menjadi bagian dari album “Gelap Gempita”, yang mengangkat isu korupsi dan pungutan liar di Indonesia. Liriknya secara tegas mengkritik praktik tersebut, bahkan menyebutkan dugaan keterlibatan oknum kepolisian, yang memicu kontroversi di media sosial.
Salah satu bagian lirik yang menyebutkan “bayar polisi” memicu berbagai interpretasi. Sebagian orang menilai lagu ini sebagai serangan terhadap institusi kepolisian secara umum, sementara lainnya berpendapat bahwa ini adalah bentuk kebebasan berekspresi yang sah dalam musik. Perdebatan panas pun muncul di media sosial, bahkan melibatkan berbagai pihak, mulai dari warganet hingga komunitas musik.
Pada 20 Februari 2025, dua personel utama Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti dan Novi Citra Indriyati, akhirnya mengklarifikasi melalui akun Instagram mereka. Mereka menegaskan bahwa lagu tersebut bukan ditujukan untuk menyerang Polri secara keseluruhan, melainkan sebagai kritik terhadap perilaku oknum-oknum tertentu yang merusak citra kepolisian.
Respon ini mendapat perhatian serius dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang menyatakan bahwa Polri menghargai kritik dan terbuka terhadap masukan untuk memperbaiki institusi. Dalam langkah yang cukup mengejutkan, Kapolri menawarkan band Sukatani untuk menjadi duta Polri dalam upaya evaluasi perilaku oknum yang mencoreng nama baik kepolisian. Tawaran ini bertujuan untuk mempererat hubungan antara Polri dan komunitas seni serta mendorong transparansi lebih dalam institusi kepolisian.
Meski begitu, sampai saat ini belum ada keputusan apakah Sukatani akan menerima tawaran tersebut. Apa yang membuat band ini begitu menarik, dan bagaimana perjalanan mereka hingga terlibat dalam kontroversi seperti ini?
Sukatani: Band Punk dengan Pesan Sosial yang Kuat
Sukatani adalah band punk yang berdiri di Purbalingga, Jawa Tengah, pada tahun 2022. Band ini terdiri dari dua personel utama, Novi Citra Indriyati (Twister Angel) sebagai vokalis dan Muhammad Syifa Al Ufti (Alectroguy) sebagai gitaris. Gaya musik mereka terpengaruh oleh genre punk new wave, dengan lirik-lirik yang sering mengangkat isu-isu sosial yang relevan.
Sejak awal, Sukatani memilih untuk tampil secara anonim dengan mengenakan topeng balaclava, menyembunyikan identitas mereka. Namun, identitas band ini akhirnya terungkap setelah lagu “Bayar, Bayar, Bayar” mendapat tekanan dari pihak kepolisian untuk ditarik dan meminta band ini membuat video permintaan maaf di media sosial.
Lagu tersebut, yang merupakan bagian dari album “Gelap Gempita” yang dirilis pada 24 Juli 2023, memang mengkritik oknum polisi yang diduga menyalahgunakan wewenang. Pada 20 Februari 2025, Sukatani mengumumkan bahwa mereka telah menarik lagu kontroversial tersebut dari seluruh platform streaming musik. Dalam pengumuman tersebut, mereka tampil tanpa topeng dan memperkenalkan diri secara terbuka sambil menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri.
Keputusan untuk menarik lagu tersebut justru memicu perdebatan lebih lanjut. Banyak yang menduga bahwa band ini mendapat tekanan dari aparat kepolisian, meski lagu “Bayar, Bayar, Bayar” semakin populer dan bahkan menjadi simbol dalam aksi demonstrasi bertajuk “Indonesia Gelap”. Aksi ini menuntut perubahan dan transparansi dalam pemerintah serta menyoroti kebebasan berpendapat yang kerap mendapat tantangan.
Menyuarakan Kritik Sosial Lewat Musik
Kontroversi yang melibatkan Sukatani menjadi bahan pembicaraan tentang kebebasan berekspresi di Indonesia, khususnya dalam dunia seni. Meski menghadapi tekanan dari pihak luar, band ini tetap teguh dengan pesan-pesan sosial yang ingin mereka sampaikan. Kejadian ini pun menggugah diskusi mengenai bagaimana seni, terutama musik, sering kali menjadi media untuk menyuarakan kritik terhadap kondisi sosial dan politik.
Bagi Sukatani, musik bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga alat untuk menyampaikan pesan dan menggugah kesadaran masyarakat tentang isu-isu penting. Dengan lagu-lagu seperti “Bayar, Bayar, Bayar”, mereka berhasil menarik perhatian publik, bahkan di tengah kontroversi yang mengiringinya.
Menunggu Langkah Selanjutnya Sukatani
Perjalanan Sukatani dalam merespons kontroversi menunjukkan betapa pentingnya kebebasan berpendapat dalam dunia seni. Meski mendapat tekanan, mereka berhasil menjaga integritas dan tetap menyuarakan pesan yang mereka yakini. Tawaran dari Polri untuk menjadi duta tentu menjadi pertanyaan besar: apakah Sukatani akan menerima atau tetap memilih untuk bersuara independen? Menarik untuk ditunggu.(adr)