Beranda Jawa Timur Radio Tak Mati, Hanya Bertransformasi: Peluang Baru di Tengah Gelombang Digital

Radio Tak Mati, Hanya Bertransformasi: Peluang Baru di Tengah Gelombang Digital

187
Komisioner KPID Jawa Timur Aan Haryono

KUBUS.ID – Di tengah gempuran media digital, radio di Jawa Timur masih belum kehilangan daya tariknya. Meski menghadapi tantangan besar, pelaku industri radio dinilai justru memiliki peluang besar untuk bangkit, asalkan berani berubah.

Menurut Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, Aan Haryono, masa depan radio sangat bergantung pada kemampuannya beradaptasi di era digital.

“Radio bukan lagi sekadar mendengarkan siaran melalui perangkat konvensional. Kini, pendengar menuntut akses yang fleksibel, bisa melalui gawai, media sosial, hingga platform podcast. Tantangannya adalah bagaimana radio mampu menghadirkan konten yang dekat dengan publik dan tidak terjebak pada pola lama,” ujar Aan, Rabu (10/9/2025).

Perubahan perilaku konsumsi media, dari analog ke digital, menjadi tantangan sekaligus momentum bagi radio. Pendengar kini tak hanya mencari hiburan, tetapi juga interaksi dan kedekatan emosional. Di sinilah kekuatan utama radio.

“Justru di era serba digital, konten lokal inilah yang bisa menjadi keunggulan kompetitif radio. Pendengar ingin mendengar cerita, musik, dan informasi yang dekat dengan kehidupannya,” tambah Aan.

Radio dinilai masih memiliki keunikan yang tidak dimiliki platform digital lain: koneksi personal dengan komunitas lokal. Di daerah-daerah, radio tetap menjadi media yang relevan untuk menyampaikan informasi lokal, menyuarakan budaya, dan menjembatani komunikasi antarwarga.

Namun, menurut Aan, nostalgia tidak cukup. Radio harus keluar dari zona nyaman dan mengembangkan model bisnis baru yang lebih dinamis.

“Model bisnis harus bergeser, dari mengandalkan iklan tradisional ke bentuk kolaborasi yang lebih luas dengan dunia digital,” tegasnya.

KPID Jawa Timur mencatat sejumlah radio lokal sudah mulai bereksperimen dengan format baru: dari menyiarkan ulang program dalam bentuk podcast, menjangkau pendengar lewat media sosial, hingga merambah ke platform video pendek seperti TikTok dan YouTube Shorts.

“Dengan cara itu, radio tidak lagi dipandang sebagai media lama, tetapi justru menjadi bagian dari ekosistem digital yang tumbuh,” jelas Aan.

Aan juga menyoroti potensi radio sebagai penyeimbang arus informasi di era digital yang rawan disinformasi.

“Kalau radio mampu membangun kepercayaan, menghadirkan informasi yang akurat sekaligus humanis, ia akan selalu punya tempat di hati masyarakat,” ujarnya.

Transformasi radio bukan sekadar soal teknologi, tapi juga keberanian untuk meninggalkan pola lama dan membuka diri pada inovasi.

“Tantangan ini bukan akhir, melainkan pintu menuju peluang baru. Radio bisa menjadi media yang lebih dekat, lebih personal, dan lebih relevan dari sebelumnya,” tutup Aan.(adr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini