Beranda Opini Ramadhan dan Peradaban Serba Tuhan

Ramadhan dan Peradaban Serba Tuhan

122

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

Dasar hukum diwajibkannya puasa ramadhan bagi umat Islam adalah Q.S. 2: 183. Ayat itu menegaskan diwajibkan berpuasa bagi kaum beriman sebagaimana diwajibkan kepada ummat sebelum ummat Nabi Muhammad Saw. Kewajiban berpuasa itu untuk manjadikan ber-taqwa. Q.S. 2: 185 juga menegaskan perintah berpuasa ketika memasuki bulan Ramadhan.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam (HR Bukhari: 7 dan Muslim: 19). Rasulullah Muhamamd Saw., menekankan bahwa puasa Ramadhan dengan Iman dan Ikhlas akan membuka pintu ampunan Tuhan (HR Bukhari: 37 & Muslim: 1266). Puasa itu untuk Allah Swt dan balasannya ditentukan langsung oleh Allah Swt (HR Bukhari: 6938 dan Muslim: 1945).

Apa itu puasa?

Secara etimologi, puasa berarti menahan diri. Dari makan, minum, melakukan hubungan suami istri, dan hal-hal lain yang dilarang Allah swt. Mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Termasuk menahan diri dari perkataan yang diharamkan atau makruh (Subul al-Salam II, hal. 206). Ramadhan juga momentum “tendangan pinalti kebaikan” untuk memperoleh skor amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Setiap perilaku kebaikan akan digandakan pahalanya. Bahkan hingga 700 kali lipat (H.R Bukhari). Termasuk adanya momentum malam 1.000 bulan. Orang melakukan kebaikan pada momentum itu nilainya setara dengan ibadah 1000 bulan (QS. al-Qadr, [97]: 1–5).

Tempaan itu untuk membentuk ketaqwaan. Menurut Q.S. 2: 183.

Apa itu taqwa?

Secara syarí, taqwa adalah “melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya”. Sedangkan menurut sejumlah ulama, ada tiga tingkatan taqwa dalam perspektif Islam.

Pertama, membebaskan diri dari adzab dengan membebaskan diri dari syirik kepada Allah Swt. Kedua, menjauhkan dari dosa, baik melakukan yang dilarang atau meninggalkan yang diperintah.

Ketiga, mengosongkan hati dari sesuatu yang menyibukkan selain yang maha benar (Allah Swt).
Jadi taqwa itu pembebasan diri dari tunduk, pasrah, patuh kepada selain Allah Swt. Juga menjauhkan dari dosa, baik melakukan yang dilarang atau meninggalkan yang diperintah. Serta menyibukkan pada kepada selain Allah.

Secara sederhana, puasa dan ibadah Ramadhan adalah tempaan untuk menjadikan diri “tunduk, patuh dan pasrah kepada Tuhan, kepada hukum Tuhan dan perjanjian kontraktual antar sesama yang tidak melanggar jiwa hukum Tuhan”.

Tempaan Ramadhan pada esensinya membentuk peradaban serba Tuhan. Peradaban di mana manusia tunduk, patuh, pasrah hanya kepada Tuhan. Tidak tunduk patuh dan pasrah kepada selain Tuhan. Tunduk pada perjanjian kontraktual antar sesama yang tidak melanggar jiwa hukum Tuhan. Tidak tersandera pada hal-hal yang menjauhkan diri dari Tuhan.

Ketaqwaan itu akan dibalas oleh Allah Swt sebagaimana QS: Al Anfal 29 dengan kemampuan memisahkan diri dari kebatilan dan menyejiwa dengan kebenaran. Juga dihapus semua kesalahan.

Bunyi QS: Al Anfal 29:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu, menghapus segala kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)-mu. Allah memiliki karunia yang besar”.

Semoga kita semua semakin didekatkan pada derajad ketaqwaan. Secara sosial, kemasarakatan dan kebangsaan, kita semakin mampu mewujudkan peradaban serba Tuhan. Serba Allah Swt. Sehingga menjadi individu dan bangsa yang dirihoi Allah Swt.

ARS ([email protected]), Jaksel, 14-03-2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini