KUBUS.ID – Belakangan ini, istilah soft-spoken atau berbicara dengan nada lembut semakin populer di berbagai media sosial sebagai ciri khas kepribadian yang menarik bagi banyak orang, baik pria maupun wanita. Kepribadian ini kerap terlihat pada video para content creator yang berbicara dengan intonasi tenang, menenangkan, dan penuh pengendalian diri.
Melansir NU Online, menurut kamus online Merriam Webster, soft-spoken berarti memiliki suara yang lembut dan halus, serta bersikap sopan dan menawan. Namun, lebih dari sekadar gaya bicara, soft-spoken menggambarkan karakter seseorang yang damai, penuh kendali, dan mampu menyampaikan pesan dengan kesan mendalam tanpa perlu meninggikan suara. Lalu bagaimana soft-spoken dibedah dari perspektif Islam?
Soft-Spoken dalam Konteks Komunikasi Efektif
Dalam dunia komunikasi, soft-spoken menjadi kunci efektivitas dalam menyampaikan pesan. Kata-kata dipilih dengan hati-hati, intonasi suara dijaga agar tetap lembut, dan emosi disalurkan dengan bijaksana. Ini tidak hanya menciptakan percakapan yang produktif, tetapi juga mendukung terciptanya dialog yang penuh pengertian.
Fenomena ini mengingatkan kita pada sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang sering dijadikan pedoman dalam memberikan nasihat secara bijak. Allah SWT berfirman dalam Surah Thaha ayat 44:
فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى ٤٤
Artinya, “Berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut,” (QS Thaha ayat 44).
Karakter Nabi Muhammad SAW yang Soft-Spoken
Selain itu, Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mengendalikan diri dan berbicara dengan lembut. Menurut Al-Qasthalani, Nabi SAW selalu memperhatikan kejelasan dan keteraturan dalam berbicara, sehingga setiap kata yang beliau ucapkan mudah dipahami oleh pendengarnya.
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يحدث حديثا لو عده العاد لأحصاه
Artinya, “Sesungguhnya Nabi SAW berbicara dengan perkataan yang jika seseorang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Soft-Spoken sebagai Cermin Akhlak Islam
Soft-spoken bukan hanya mencerminkan ketenangan dalam berbicara, tetapi juga merupakan wujud akhlak yang diajarkan dalam Islam. Rasulullah SAW sangat menekankan kelembutan dalam bertutur kata dan berinteraksi dengan orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Abdul Haq ad-Dahlawi, kelembutan dalam berbicara jauh lebih efektif untuk mencapai tujuan dibandingkan dengan kata-kata kasar atau nada tinggi yang justru memicu konfrontasi.
Lebih dari itu, berbicara dengan lembut juga menunjukkan kekuatan dalam mengendalikan emosi dan menjaga wibawa. Nabi SAW menjadi contoh nyata bagaimana cara berbicara yang lembut tidak hanya mencerminkan karakter yang tenang, tetapi juga membantu menjaga martabat dan kehormatan diri.
Rasulullah sendiri sangat menekankan pentingnya bersikap lembut dalam bertutur kata dan berinteraksi dengan orang lain, sebagaimana yang diajarkan oleh beliau kepada istrinya, ‘Aisyah:
يَا عَائِشَةُ، إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ، وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ، وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
Artinya, “Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah Maha Lembut dan mencintai kelembutan. Dia memberikan (ganjaran) atas kelembutan sesuatu yang tidak diberikan atas kekerasan, serta sesuatu yang tidak diberikan atas selainnya.” (HR Muslim)
Perbedaan Gaya Bicara dan Pengaruh Budaya
Namun, perlu diingat bahwa seseorang yang berbicara dengan nada tegas atau intonasi lebih tinggi tidak serta-merta dianggap kasar atau keras kepala. Gaya bicara ini sering kali dipengaruhi oleh budaya, suku, atau etnis tempat seseorang tinggal. Di beberapa wilayah, berbicara dengan intonasi tinggi menjadi kebiasaan yang lebih umum.
Kesimpulan: Pesan Utama dalam Komunikasi
Intinya, menjadi soft-spoken lebih dari sekadar pilihan gaya bicara. Ini adalah cerminan dari pengendalian diri, ketenangan, dan keinginan untuk berkomunikasi secara efektif. Tanpa memandang gaya bicara atau intonasi, yang terpenting adalah pesan yang disampaikan dapat diterima dengan jelas dan tanpa salah paham. Wallahu a’lam.(adr)