Beranda Religi Hukum Merayakan Tahun Baru dalam Islam: Boleh Asal Tak Bermaksiat

Hukum Merayakan Tahun Baru dalam Islam: Boleh Asal Tak Bermaksiat

1406
Happy New Year 2026 (Ilustrasi)

Jakarta, (Kubus.ID) – Pergantian tahun kerap dimaknai masyarakat sebagai momentum refleksi sekaligus perayaan. Namun dalam perspektif Islam, perayaan tahun baru perlu ditempatkan dalam koridor syariat agar tidak melenceng dari nilai-nilai keislaman.

Mengutip NU Online, dalam artikelnya berjudul Rayakan Tahun Baru? Hati-Hati, Ternyata Begini Hukumnya dalam Kajian Islam, A Zaeini Misbaahuddin Asyuari menjelaskan bahwa merayakan tahun baru tidak haram secara mutlak. Hukum perayaan tersebut bergantung pada cara dan isi kegiatannya.

“Setelah menelaah berbagai literatur, dijumpai keterangan perihal kebolehan merayakan momentum tahun baru selama tidak diisi dengan kemaksiatan seperti huru-hara, balap liar, tawuran, pacaran, dan sejenisnya,” tulis Zaeini, dikutip pada Rabu (31/12/2025).

Menurutnya, tradisi menyambut pergantian tahun termasuk dalam ranah adat atau kebiasaan sosial, bukan ibadah mahdhah. Karena itu, hukum perayaannya bersifat kondisional. Larangan baru berlaku ketika perayaan disertai perilaku negatif seperti pesta minuman keras, pergaulan bebas, tawuran, atau aktivitas yang melalaikan kewajiban agama.

Zaeini juga mengutip pandangan Guru Besar Al-Azhar Asy-Syarif dan Mufti Agung Mesir Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M) dalam kitab Fatawa Al-Azhar. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa bersenang-senang dengan hal-hal yang baik seperti makan, minum, dan menjaga kebersihan diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat.

“Bersenang-senang dengan keindahan hidup diperbolehkan selama tidak mengandung kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan tidak bersumber dari akidah yang rusak,” demikian dikutip dari Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah.

Selain itu, sejumlah ulama Al-Azhar dan ahli hadis juga memandang bahwa mengucapkan selamat tahun baru diperbolehkan. Ungkapan tersebut tidak termasuk bid’ah tercela selama tidak diyakini sebagai bagian dari ritual keagamaan tertentu.

Dalam konteks ini, pergantian tahun justru dianjurkan sebagai momentum muhasabah atau introspeksi diri agar kehidupan ke depan menjadi lebih baik dan bermakna.

Pandangan moderat tersebut sejalan dengan imbauan Ketua PBNU Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrur Rozi. Ia menekankan pentingnya mengisi malam pergantian tahun dengan kegiatan yang sederhana, menenangkan, dan bernilai ibadah.

“Malam pergantian tahun sebaiknya diisi dengan kegiatan positif seperti tafakur dan dzikir kepada Allah. Hindari kegiatan hura-hura yang tidak perlu,” ujar Gus Fahrur.

Ia juga mengingatkan bahwa umat Islam memiliki kalender Hijriah sebagai rujukan utama ibadah. Karena itu, tahun baru Masehi tidak semestinya dimaknai secara sakral apalagi dirayakan secara berlebihan dan konsumtif.

Hal senada disampaikan PCNU Sidoarjo melalui H Maskhun. Ia menegaskan bahwa Islam tidak melarang umatnya bergembira, tetapi menolak sikap berlebih-lebihan yang dapat membawa mudarat.

“Orang-orang yang suka berlebihan itu temannya setan. Islam tidak melarang merayakan sesuatu, tetapi yang jelas tidak madlarat,” ujarnya.

Ia menganjurkan agar perayaan tahun baru diisi dengan kegiatan positif seperti dzikir, shalawat, dan doa bersama, bukan aktivitas yang berpotensi merusak moral dan ketertiban sosial.

Berdasarkan berbagai pandangan ulama tersebut, dapat disimpulkan bahwa Islam tidak melarang umatnya menyambut pergantian tahun, selama dilakukan secara proporsional dan sesuai syariat. Tahun baru idealnya menjadi momentum refleksi, memperbaiki niat, serta memperkuat hubungan dengan Allah dan sesama, bukan sekadar ajang hura-hura yang melalaikan.(adr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini